"Zaman sekarang, nggak punya media sosial ? Ah, orang kampungan, ketinggalan zaman, kudet, kuper. Update dikit dong, biar nggak dibilang ketinggalan". Sepenggal kalimat dimaksud merupakan suatu hal yang sering, dan bahkan lumrah di kalangan pergaulan anak-anak zaman sekarang. Masyarakat modern cenderung menjadikan media sosial sebagai alat yang bukan untuk membangun interaksi yang lebih positif dan lebih baik, malahan untuk membangun suatu stigma dalam masyarakat yang tidak tertolerir.
Kenapa hal tersebut bisa muncul dan berdampak dalam masyarakat ? Hal ini, selain dikarenakan dengan factor perkembangan zaman dan faktor perkembangan masyarakat, pun karena faktor orang yang tidak mau kalah dengan orang lain, atau (lebih kasarnya) karena faktor tidak mau melihat orang lain lebih unggul sedikit saja dari dirinya.
Menjadikan media sosial sebagai suatu alat atau ajang untuk saling pamer memberikan dampak yang tak terbantahkan dalam hal psikologis mereka. Orang yang selalu menganggap media sosial sebagai sebuah media perhambaan, akan cenderung memiliki egoisme yang sangat tinggi dan bahkan bisa saja tak terkendali. Hal ini pun memberikan dampak negatif lainnya dalam hal saling menghargai atau saling mendukung.
Media sosial di zaman sekarang ini yang sudah dapat diakses dengan mudahnya oleh hampir seluruh lapisan masyarakat di dunia menjadikan media sosial sebagai suatu media yang gampang sekali untuk mengganggu struktur kondisi lapisan masyarakat. Kondisi lapisan masyarakat dapat terganggu, karena interaksi media sosial yang lebih banyak dan lebih sering, daripada interaksi antarmuka dan membangun percakapan yang baik yang seharusnya lebih sering terjalin. Masyarakat modern sering memperhambakan media sosial mereka, dan tanpa berpikira panjang. Kenapa sampai bisa hadir ungkapan "memperhambakan media sosial" ?
Hal ini merupakan fakta yang terjadi dalam masyarakat. Orang cenderung menjadikan media sosial sebagai suatu aktifitas yang lebih sering dan tatkala pun menjadikan media sosial sebagai suatu hal untuk menuangkan aspirasi dalam berbagai sifat (baik yang positif maupun negatif). Bahkan banyak orang di dunia, yang kalau tidak beraktifitas sedikit waktu saja dengan media sosial dapat membuat dirinya merasa tidak nyaman. Dan yang lebih parah lagi, ada orang yang tidak bisa lepas dengan yang namanya "Social Media Addict (Kecanduan Media Sosial)".
Banyak hal negatif yang ditawarkan media sosial, tapi tatkala juga terdapat hal positif yang membangun dengan hadirnya media sosial dalam kehidupan masyarakat. Terkadang pun, media sosial dapat menghadirkan feeyang bermanfaat, karena kehadiran konten-konten yang membangun yang ditampilkan oleh user dari media sosial tersebut.
Mungkin ada diantara kalian yang sudah pernah menonton The Fabricated City, salah satu film Korea Selatan di tahun 2017 yang diperankan oleh aktor ganteng Ji Chang Wook. Hal itu menceritakan tentang kehidupan salah seorang pecandu game, dimana dalam dunia nyata dia hanya merupakan seorang pengangguran, namun dalam kehidupan virtual game, dia merupakan seorang yang sangat hebat, dan bahkan merupakan leaderyang sangat cerdas.
Namun dalam perjalanannya, dia dijebak karena kasus pembunuhan dan membuat dia harus dicekam dalam penjara dan harus bertahan hidup dengan begitu banyak penjahat didalam penjara yang sangat tidak menyukai kehadiran Ji Chang Wook ini. Namun, dengan bantuan seorang hacker yang handal, membuat dia dapat membongkar kebusukan yang selama ini memalsukan kasus ini. Gambaran singkat dalam film tersebut mengajarkan kita tentang beberapa hal :
(1) Jangan menjadi seseorang yang terlalu kecanduan akan media sosial, atau jangan terlalu berlebihan dalam penggunaan media sosial, (2) Bijaklah dalam menggunakan media sosialmu, (3) Lebih selektif dalam mengakses konten-konten yang terdapat dalam media sosial, sehingga kamu tidak akan terlibat ataupun terjerumus dalam hal-hal yang tidak menguntungkan dalam berakses di media sosial. Lebih baik menggunakan media sosial sebagai ajang untuk menyebarkan kebaikan (yang tidak fake), melainkan kebaikan yang tulus.
Kehidupan nyata dalam masyarakat seharusnya tidak dapat diganggu gugat oleh kehidupan sosial. Kehidupan nyata masyarakat membangun identitas masyarakat yang sesunguhnya. Hal ini berbeda dengan media sosial, yang manakala orang dapat membuat suatu kebohongan yang kadangkala tidak diketahui oleh orang lain, sehingga dalam media sosial tersebut, seseorang bisa saja dibodohi (without unrealized).
Media sosial hanyalah suatu media untuk mengungkapkan dan berbagi sebuah feeling yang dapat mempengaruhi orang lain, bukannya ajang untuk menyebarkan ujaran kebencian, mengungkapan kata-kata berupa caci-makian, ataupun menyebarkan konten-konten yang tidak bermanfaat dan tidak berbobot. Disamping dari pada hal yang diaskes, perlu juga diperhatikan orang yang mengakses, bahwasannya mereka harus lebih pintar dan lebih bijak dalam membangun informasi dalam media sosial itu sendiri, mereka harus lebih mampu memilah mana hal yang baik untuk diakses dan mana hal yang tidak pantas untuk diakses dari media sosial.