Mohon tunggu...
Chaira Andhia Putri
Chaira Andhia Putri Mohon Tunggu... lainnya -

Kadang kusangka mimpiku sederhana. Hidup sederhana, dengan pria sederhana, bersama anak-anak kami dan meniti jalan ke surga. Tapi ternyata, mimpi itu tak sesederhana yang kukira.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Lets Talk About Love

9 Agustus 2012   09:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:02 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1344504831798590858

“Everywhere I go all the places that I’ve been

Every smile is a new horizon on a land I’ve never seen

There are people around the world - different faces different names

But there's one true emotion that reminds me we're the same...

Let's talk about love..”

-Let’s Talk About Love, Celine Dion.

Lagu ini, terutama lirik diatas, selalu menempatkan COP (Centre for Orangutan Protection) pada ingatan tertinggi dalam ruang lapang dibenakku. Bagaimana kami yang berasal dari daerah, suku, agama, dan latar belakang yang berbeda bertemu dan lantas menjadi keluarga. Betapa semua ini berlandaskan one true emotion that remids me we’re the same.. LOVE. Cinta. Cinta kami kepada orangutan, kepada sesama, kepada lingkungan, dan kepada negara.

Masih terasa menusuk dan menjadikanku malu ketika ingat suatu malam dimana Paulinus berbagi cerita dan mengatakan bahwa COP, bukanlah tempat dia bekerja. COP adalah pilihan hidupnya. Sedalam itulah. Seserius itulah. Setulus itulah..

Sedangkan aku, jujur saja, awal mengikuti COP benar-benar hanya iseng. Malah, berkali berpikiran buruk tentang COP. Hahaha. Pertama, sempat menyangka ini penipuan. Soalnya kan ada biaya pendaftarannya tuh, sedang ku kira ada seleksinya karena yang diambil hanya 30 peserta. Lantas aku berpikir, kalau udah transfer terus nggak lolos, wah melayang donk duit ane. Hahaha. Toh dengan pikiran begitu, aku masih tetap memilih untuk ikut. Hampir nggak jadi, karena waktu itu nggak ada duit. Tapi dasar rejeki nggak kemana, tiba-tiba Ayah yang tahu aku mau ikut ini langsung mengucurkan dana, ridho, restu dan dukungannya. Hahaha. Jadilah aku mendaftar. Setelah mendaftarpun sempat ragu untuk datang, minder euy. Pas ngelihat profil teman-teman di grup COP, anak kuliahan semua. Lha aku, boro-boro kuliah, bisa lulus SMA aja udah riang gembira. Hahaha. Sampai sempat minta wangsit dari Mas pacar, dan berkat nasihatnya, aku jadi punya nyali untuk tetap utuk ubrung di COP School Batch #2 ini. Masalah dugaan penipuan itu su’udzon yang pertama. Su’udzon yang kedua adalah setelah mendengarkan pemberian materi dari Mas Daniek, tentang demo. Bahwa COP sering melakukan demo. Wah, saat itu aku langsung ‘sok pinter bin keren’, dan bilang dalam hati, ‘Kok demo sih?! Nggak setuju nih.’. Tapi langsung (lagi-lagi) malu setelah tahu demo seperti apa yang dilakukan COP. Hahaha. Itulah dia kata orang Jawa, DONT JUDGE A BOOK BY IT’S COVER. Jangan menilai buku kalau masih dalam koper.. #eh?!#Hehe. Dibuka dulu, dibaca, baru ngomong. Jangan asal njedul [Mengenal kosakata njedul dari Angga].

Diumur yang menjelang bangkotan, ini adalah pertama kalinya seumur urip aku pergi ke suatu tempat yang bukan di kandangku sendiri, dan nggak mengenal satu orangpun sebelumnya. Jadi ikut COP ini, kalau buat yang lain mungkin biasa, buat aku luar biasa dan butuh modal nekat berkarung-karung. Tapi nggak nyesal. Sama sekali tidak menyesal. Begitu sampai di base camp, sempat sekian menit ketok-ketok pintu dan nggak ada yang keluar. Hampir aja aku memutuskan berkemah dihalaman, halah! Akhirnya nongolah orang ganteng yang kemudian kutahu bernama Paulinus. Setuju tho, kalau dia ganteng? Wkwkwk. Setuju aja lah, biarpun masih gantengan aku tentunya. Selanjutnya diperkenalkan sama Mas Hardi, Mas Daniek, Bintang, Fajri, Sabeth, Mba Fian dan teman-teman lain yang datang kemudian.

Nggak akan bisa lupa deh sama39 makhluk yang bersama mereka kulewatkan 3 hari super duper bermakna, bermanfaat, dan menyenangkan. Seperti Ocha, yang bercerita tentang perjuangannya menginsyafkan para pengoles balsem di pantat kucing. Aku salut banget sama dia. Selama ini aku mengaku penyayang binatang, tapi kalau menghadapi situasi seperti itu, aku jamin aku nggak bakal bertindak seperti Ocha. Disaat dia mengambil tindakan untuk melakukan pendekatan sama si para khilaf-ers itu dan menyadarkan mereka, aku justu berpikir untuk melorotin celana mereka dan gantian ngolesin balsem dipantat mereka. Biar mereka tahu rasanya digituin. Hahaha..

Terus juga Bintang, yang girang banget lihat bebek wara-wari karena katanya selama ini dia lihat bebek hanya diatas piring. Wahahaha.

Ada lagi Triple YAS. Tyas cewek, Mas Tyas, Dan Yasman. Aduuuuh, sekali panggil ‘YAS’, noleh dah tuh semua. Hahaha. Tyas yang paling cantik ini juga tak kulupa ceritanya tentang bagaimana dia sampai diputusin sama pacarnya karena lebih memilih COP. Ck.. Ck.. Ck. Luar biasa.

Kalau diceritain satu-satu, bisa jadi buku nih. Pokoknya, minjem istilah Mario Teguh, satu kata aja deh buat menggambarkan 39 orang itu: SUPER!

Jadi tahu bagaimana nasib hutan Indonesia, nasib satwa-satwa liar didalamnya, nasib penduduk asli disekitarnya. Sekarang belum banyak yang bisa kulakukan, cuma sebatas memberikan support buat teman-teman yang beruntung bisa terjun langsung dilapangan. Aku sendiri masih dengan begonya nggak tahu mesti ngapain di Cilacap yang nggak punya bonbin apalagi hutan berisi orangutan. Ditambah nggak adanya bala kurawa COP disini. Berasa anak tiri. Huhuhu.

Tapi aku tahu, ini belum berakhir. Bahkan ketika aku mengetikkan titik terakhir ditulisan ini, aku tahu, ceritaku dengan orangufriends dan COP masih akan terus berlanjut. SEMANGAT! MERDEKA!

Halah!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun