Mohon tunggu...
Aksal
Aksal Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa

Siswa Menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kafe

26 November 2024   05:27 Diperbarui: 26 November 2024   07:29 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah hampir satu bulan.Mikhaila tak memberikan tanda akan menemui saya.

Pada bulan basah di pertengahan tahun,Kafe Albartos terbilang cukup ramai dan penuh.Beberapa kopinya menjadi pilihan dari sebagian orang untuk menjadi obat di bulan basah saat ini.

Saat itu saya berkunjung ke kafe Albartos akibat undangan dari kenalan saya. Saya dan Winny bertemu sekitar beberapa bulan sebelumnya. Pertemuan tidak terduga di salah satu apartemen yang masih di kota ini.

Ketika itu saya hendak turun ke lantai bawah,sengaja dengan tangga darurat. Entah kenapa saya lebih sering memakai tangga darurat meskipun saya tau jika itu akan memakan waktu sedikit lebih lama lagi.

Saya dan Winny berpapasan, dia memperhatikan dan mengamati saya.

"Apa kita pernah bertemu?," dia bertanya.

"Bertemu?kapan?."

"Kapan?...aku lupa." Dia tersenyum.

Akhirnya setelah pertemuan tidak terduga waktu itu. saya dan Winny jadi cukup sering bertemu. Alangkah mengejutkan nya lagi, ternyata Winny satu apartemen dengan saya.

Dia bekerja separuh waktu di kafe Albartos, jabatan nya di kafe Albartos adalah seorang kasir, Winny berucap sudah hampir satu tahun lebih dia bekerja di sana.

Pada satu waktu saya memutuskan berkunjung ke kafe Albartos, udara dingin cukup terasa semenjak saya turun dari taksi, orang-orang hilir mudik keluar dan masuk beberapa toko, kafe dan restoran cepat saji, udara dingin ini bercampur dengan harum dari toko roti di sebelah kafe Albartos ini. Penyaji menghampiri, memberikan daftar serba hidangan kepada saya. Akhirnya saya hanya memesan teh hangat dan sepotong kue yang aku lupa namanya.

Saya sangat menikmati suasana Kafe Albartos, ramai pengunjung menyantap berbagai hidangan yang ada di kafe ini. Di halaman kafe saya melihat taksi berhenti, seorang wanita turun dengan segala macam kecantikan nya. Dia masuk, dan Winny menghampiri wanita itu seraya tersenyum padanya. Di kafe ini benar-benar penuh, dan dengan sangat kebetulan sekali semua tempat terisi penuh. Kecuali hanya satu tempat di hadapan saya ini. Akhirnya Winny menarik wanita itu ke arah tempat duduk saya.

Akhirnya setelah beberapa menit, saya mengetahui nama wanita itu. Mikhaila, kenalan Winny semasa dulu, perbincangan saya dan Mikhaila tidak menemui rintangan, untuk waktu beberapa menit bisa di bilang Mikhaila adalah wanita yang manis, Saya berharap perbincangan ini terus berlanjut, saya harap hujan segera turun, semoga semua taksi penuh dan petang tak cepat-cepat menghampiri, saya masih ingin berbincang dengannya.

Ternyata lain, Hujan tak turun, taksi hilir mudik berpapasan dengan kendaraan lain. Petang juga, cepat rasanya. Padahal Saya masih belum mengetahui berbagai aspek tentang Mikhaila yang manis itu. Bagaimana jika lain kali saja, Mikhaila... beberapa jam bersamamu tak penuh, nanti lain waktu kita menonton pertunjukan musik jazz, lalu bersama-sama menelusuri jalanan kota, atau ke taman kota, melukis barangkali, denganmu.

"Sering kesini?," Mikhaila bertanya.

"Terkadang, Winny yang mengenalkan saya pada kafe ini."

"Dia itu...kau harus lebih mengenalnya."

"Bagaimana dengan teleponmu?."

"Teleponku?."

"Nomer teleponmu."

"Temui saja aku besok sore di kafe ini." Dia tersenyum , lalu pergi menghampiri Winny dan berangkat menuju taksi kembali.

Setelah pulang menggunakan taksi menuju apartemen tinggal saya, hujan turun tepat ketika saya turun di halaman apartemen, seperti biasanya saya menggunakan tangga darurat dan akhirnya sampai menuju ruangan saya.

Saluran televisi lebih banyak Menayangkan berita-berita, hanya beberapa berita yang saya ingat, sisanya menuju kepada Mikhaila, tentang pembicaraan tadi. Rasa kantuk tidak cukup dapat saya hindarkan, dua jam setelah kejadian bertemu Mikhaila tadi saya pun tertidur hingga pagi juga.

Pada pertemuan sore ini, saya berpikir untuk memberikan sesuatu. Tapi entah apa yang harus saya berikan. Makanan, minuman, barang-barang, atau apa. Saya meminta saran pada Winny, semoga dia memberikan saran yang baik dan semoga saya pun menerima sarannya juga. Setelah berpikir untuk memberikan sesuatu, saya segera mengunjungi Winny di kafe Albartos itu.

"Mau memberikan sesuatu?," tanya Winny.

"Ya,tapi apa?kau ada saran,winny?," aku berucap.

"Untuk dia ya?...bagaimana jika bunga?," ucap winny. "beberapa wanita kemungkinan akan senang dengan itu."

Saya mengambil saran Winny, tidak ada salahnya juga kan, toko bunga adalah tujuan saya selanjutnya. Setelah sampai toko bunga, saya masih meminta saran kepada si penjual, saya masih kurang mengerti soal ini. Penjual itu menunjukan berbagai bunga dengan berbagai aneka warna, saya berharap kedatangan berikutnya ke toko ini dengan Mikhaila saja.

Dari toko bunga ke kafe Albartos tidak terlalu jauh, hanya sekitar tiga puluh menit jika tanpa menggunakan taksi, menyusuri jalan menikmati waktu hingga bertemu dengannya. Jalan seperti biasanya, hampir sangat ramai, langit dengan aneka ragam hiasan menunjukan warnanya dan udara... Udara kota, saya tidak akan banyak cerita soal itu.

Mungkin saya terlalu cepat, Mikhail belum menunjukan kedatangannya. Winny beberapa kali menghampiri saya memastikan apakah Mikhaila sudah berada tepat di hadapan saya ini.

Saya mengamati ke arah jalan, begitupun dengan bunga yang saya bawa, mungkin menunggu juga. Teh hangat yang saya pesan sudah beberapa kali di ganti, pelayan tersenyum dan sepertinya dia bertanya-tanya, sampai kapan saya harus menunggu dia di kafe ini. Tiga puluh menit lebih, bunga yang saya beli sudah saya berikan pada Winny, dia senang, dan dia berterima kasih dengan memberikan beberapa kue dan kopi latte kepada saya, saya bilang pada dia bahwa tidak perlu seperti itu, lalu soal bunga, itu pun saran dari dia juga.

Saya pulang dalam keadaan bertanya-tanya, beragam pertanyaan seketika muncul dan satu persatu harus saya ketahui jawabannya. Terlintas pertanyaan di pikiran saya bahwa sebenarnya dia itu nyata ataukah sebenarnya memang tidak ada. Tapi Winny mengenalnya. Pertanyaan itu terjawab juga.

Sudah dua hari masih belum ada kabar tentang dirinya. Saya beberapa kali berkunjung ke kafe Albartos,bertanya pada Winny,Winny berucap bahwa dia pun tidak bertemu dengannya. Saya mencoba mencari tau semua hal tentang dia. Saya mengunjungi apartemennya atas saran dari Winny, tapi tidak ada tanda kehadiran Mikhaila di apartemennya.

Setelah saya sedikit lupa tentang dirinya. Winny mendapatkan kabar tentang Mikhaila, dia mendapatkan surat yang di tulis oleh Mikhaila di tempatnya saat ini. Saya pun mendapat surat juga darinya.

"Hei,bagaimana kabarmu?.aku saat ini di kota yang berbeda denganmu. Suasana di sini lebih sehat,makanan nya pun enak,tapi tidak lebih enak dari makanan di sana.

Soal waktu itu...maaf aku tak menemui mu,kamu orang yang baik,menyenangkan rasanya pernah berbincang-bincang dengan kamu.meski beberapa jam,ya?kau pasti mengingatnya.

Andai aku menemui mu waktu itu,aku yakin akan merasa bahagia,tapi aku harus pergi,ke kota ini.

Dengan suamiku.

Dari Mikhaila untukmu.

Surat yang cukup mengejutkan,tapi aku pun senang beberapa jam bersamamu itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun