Hai warga Millenial! Apakah kalian tahu? Indonesia memiliki beragam kekayaan alam dan budaya, salah satu budaya yang akan kita bahas yakni tentang kesenian, terutama di Jawa Timur. Kenapa di Jawa Timur? karena Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan kekayaan kesenian yang melimpah, seperti daerah Ponorogo yang terkenal dengan "Reog", Madura "Karapan Sapi", dan Banyuwangi "Tari Gandrung".Â
Nah, kali ini kita akan membahas salah satu kesenian yang berada di Kabupaten Lumajang yaitu kesenian "Serbung", berasal dari sebuah desa kecil yang bernama Desa Jatimulyo. Serbung lahir dan berkembang sebagai sebuah kesenian musik tradisional dimana seluruh alat musiknya begitu unik karena terbuat dari bambu.
Apa Itu Serbung?
Serbung berasal dari kata "Serepoh Bumbung" yang dalam bahasa madura kata "serepoh" berarti meniup dan "bumbung" berarti bambu berukuran besar. Jadi, Serbung adalah alat musik tradisional dari bambu berukuran besar yang dimainkan dengan cara ditiup dan menghasilkan bunyi seperti gong atau bass. Biasanya pemain memakai udon dan syal bercorak suku tengger.
Sejarah Alat Musik Serbung
Serbung pertama kali ada pada tahun 1930 diciptakan oleh Mbah abdurahman atau biasa dikenal dengan sebutan Mbah Eroh. Mbah Eroh sendiri berasal dari Leces yang berpindah ke Jatimulyo pada tahun 1920. Pada masa penjajahan Jepang tahun 1942, alat musik serbung menjadi hiburan masyarakat jepang.Â
Tepat Pada 1945, kesenian serbung sempat berhenti dikarenakan pada saat itu bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia. Kemudian pada 1960, Serbung kembali dipopulerkan oleh Mbah Eroh yang berprofesi sebagai petani di Desa Jatimulyo dan saaat ini serbung dilestarikan oleh generasi ke-4 yaitu pak sawar.Â
Pada era 60 -- an serbung saat itu juga digunakan sebagai hiburan masyarakat Jatimulyo, kesenian ini sangat disukai di kala itu. Serbung sering dimainkan secara berkelompok dengan sejumlah alat musik tradisional lainnya. Pada tahun 1965 kesenian serbung dilarang oleh pemerintah dikarenakan ada salah satu lagu yang dianggap apatis.Â
Pada tahun 1980 kesenian serbung kembali hidup. Tahun 1982 kesenian berada di puncak kejayaannya dan sering di tampilkan di desa sampai mendapat undangan oleh dinas pariwisata untuk tampil di acara TVRI. Pada tahun 1983 para pemain serbung terpaksa berhenti dikarenakan terjadi peristiwa pembantaian yang terjadi di lokasi lain.Â
Tahun 2000 -- 2005 kesenian serbung benar -- benar berhenti disebabkan tidak adanya generasi penerus kesenian alat musik tradisional serbung. Lalu sekitar tahun 2005 keatas muncul inisatif dari salah satu pemain serbung untuk melestarikan kesenian serbung.Â
Di tahun 2014 sampai dengan 2017 terbentuklah pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) agar kesenian serbung ini dijadikan sebagai salah satu objek wisata kebudayaan di desa Jatimulyo. Pada tahun 2017 pokdarwis membentuk organisasi kesenian serbung agar lebih fokus.Â