Masyarakat yang bersikap masa bodoh dan orang tua yang tidak peduli dengan pergaulan anak-anaknya merupakan produk dari pendidikan dari mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi yg diciptakan oleh pemerintah sendiri, dan memang arahnya persis sebagaimana wajah yang ditampilkan oleh masyarakat dan orang tua saat ini. Bisalah kalau cuma satu dua orang itu memang manusianya yang error (human error), tapi ini bersifat jama’ah telah menjangkiti seluruh elemen masyarakat bangsa Indonesia. Apa itu salah dari masyarakat dan orang tua, saya sebagai anggota masyarakat dan sebagai orang tua sangat tidak setuju dan tidak rela dijadikan kambing hitam oleh pemerintah.
Bukankah itu sebuah kebodohan dan sebuah ketidak adilan bisanya hanya menyalahkan masyarakat. Bukankah dia punya kuasa dan telah diberi mandat oleh rakyat untuk mengatur bangsa dan Negara, kenapa pemerintah yang isinya orang-orang pintar dan ahli dibidangnya “katanya” sampai tidak mengetahui dimana sumber masalah dan akar masalah yang menyebabkan rakyat dan bangsa ini begitu terpuruk mental, moral, dan spiritualnya.
Kalau sampai tidak mengetahui sumber masalah dan akar masalahnya mau gonta-ganti program dan gonta-ganti system ya akan tetap sama saja hasilnya. Kalau hanya mengejar kepadaian dan kepintaran mungkin itu bisa terjadi, namun untuk perbaikan moral dan mental nanti dulu, apalagi sampai pada tahap manusia seutuhnya ndak usah bermimpi deh...
Maka belajar dan bergurulah pada guru yang tepat agar ilmu yang dikuasai menjadi benar, kalau mau benar ilmu berdagang jangan berguru pada kepala Tata Usaha. Kalau berguru tentang kemanusiaan jangan berguru pada ahli filsafat apalagi seorang ahli keuangan dan dukun. Kalau belajar tentang tata Negara ya jangan berguru pada pak tani.
Kalau belajar ilmu kemanusiaan dan bagaimana ilmu menata manusia jangan berguru pada ahli hukum dan ahli kriminologi serta phisikologi. Belajar dan bergurulah pada guru yang tepat agar ilmu yang dimiliki menjadi benar. Hendak memperbaiki computer yang dikuasai ilmu menservis radio bagaimana akan ketemu, makanya ingat pepatah leluhur kita “sopo salah bakal seleh” maksudnya siapa yang salah berilmu tentang sesuatu sudah pasti akhirnya hanya akan menyerah.
Untuk itu kalau ingin berhasil dan sukses harus benar dulu ilmunya, hendak bikin kopi ya harus tahu ilmunya membikin kopi, karena ilmu merupakan kunci dari segala sesuatu. Setelah benar ilmunya harus benar dulu hidupnya, maka hidup perlu memiliki pedoman dan pegangan, oleh karena itu harus mengetahui bagaimana hidup yang benar itu.
Selanjutnya harus benar etikanya, kita sama-sama tahu setiap tempat dan keadaan pasti memiliki etika sendiri-sendiri, itu belum bicara tentang orang perorang. Dan ingat pula pepatah leluhur yang lain “becik ketitik, olo ketoro” kalau sesuatu itu baik dan benar pasti jelas keadaanya dan rasanya dan tentu akan dipilih (dititik), kalau jelek dan salah juga kelihatan dimana jelek dan salahnya (ya pastinya dibuang karena gak diperlukan).
Bagi orang-orang yang mengetahui dan memahami tentang kedudukan manusia, melihat pola kerja dan konsep berfikir pemerintah akan tertawa sendiri dan akan bergumam dalam hati “orang bodo kok dipamer-pamerkan apa sudah gak punya malu”. Apa tidak takut dengan resiko yang akan dipetik nantinya, sudah begitu masih bisa berbangga diri dasar … tidak tahu malu.
Sumber masalahnya adalah manusianya sendiri sudah terlanjur salah konsepnya tentang hidup dan kehidupan, ini ya gara-gara system pendidikan yang kurikulumnya tidak mengacu pada dasar-dasar kemanusiaan itu sendiri. Sehingga menghasilkan manusia-manusia yang berfikirnya dan cara bersikapnya seperti yang kita lihat bersama saat ini. Dan akar masalahnya yang membikin dan menancapkan ke dalam konsep berfikir rakyat dan bangsa ya pemerintah sendiri melalui system pendidikan yang telah diterapkan selama ini dengan kurikulumnya, yah seperti inilah hasilnya silahkan dipersaksikan dan silahkan dijadikan tontonan.
Kalau mau memperbaiki ya harus dibetulkan (dimurnikan) sumbernya dan dicabut akarnya, diganti yang benar dan tepat sesuai kebutuhan dasar dari manusia itu sendiri. Hasilnya kan yang menikmati manusia bukan binatang, ya yang menjadi acuan ya harus keilmuan yang berasal dari dasar-dasar kemanusiaan itu sendiri.
Masak belum tahu juga dasar-dasar tentang kemanusiaan, sudah terpampang dengan jelas dalam dasar Negara Indonesia dan disimbulkan melalui lambang Negara Garuda Pancasila. Itulah lima konsep mengenai kemanusiaan, dan bagi yang beragama Islam sudah disampaikan dalam satu konsep rukun Islam. Orang-orang Islam sudah seharusnya menjadi pelopor dan penggerak utama tentang kemanusiaan dan hidup yang berprikemanusiaan, bukan malah sebaliknya, lalu bagaimana memahami pelajaran yang disampaikan melalui rukun Islam.