Antara teori, kenyataan, kebenaran manusia, dan kehendak Tuhan mana diantara hal tersebut yang akan dimenangkan oleh manusia yang menempati ruang disuatu Bangsa. Komunitas manusia yang sebagian besar di isi oleh satu golongan akan memiliki kecenderungan mendominanasi golongan lain yang lebih kecil. Itulah sifat dari phisikologi masa yang tertanam di dalam benak individu-individu yang menempati sebuah ruang.
Seperti sekarang yang terjadi dengan fenomena Basuki Cjahaya Purnama alias Ahok sebagai bagian dari si minoritas. Golongan Si mayoritas begitu amat ketakutan saking takutnya hingga mengeluarkan berbagai jurus dan cara bagaimana menjatuhkan golongan si minoritas. Golongan mayoritas ini tidak sadar juga dengan keadaan dirinya yang masih compang camping dalam cara berpakaian dan dlam tata-cara hidupnya.
Yang tidak elegant dari golongan mayoritas ini adalah mengangkat isu dengan label Agama sungguh bukan sifat satria yang tidak mau mengakui ketidak layakan dirinya. Tuhan hendak mereka tipu dengan dalih-dalih yang mereka kemukakan, dikiranya Tuhan tidak mengetahui isi hati dan akhlak perilakunya. Golongan mayoritas ini tidak sadar telah memperolok Tuhan-nya sendiri dengan mengangkat isu tersebut untuk melabeli orang lain.
Karena itulah Tuhan dengan mewakilkan kepada Alam agar menampar muka golongan mayoritas yang sangat jumawa, sok suci, dan sok bermoral ini dengan seorang Ahok. Harusnya golongan mayoritas ini bersyukur Tuhan masih memberikan peringatan melalui seorang Ahok bagaimana cara bekerja dengan baik dan benar. Bukan malah mentang-mentang menentang maunya Alam dan kehendak Tuhan, apa lupa tujuan Agama diturunkan ke dunia ini untuk apa, ya untuk memperbaiki diri sendiri (berakhlakul karimah). Seandainya akhlak manusia sudah baik dan benar Tuhan tidak akan menyuruh Muhammad SAW ke dunia menyampaikan berita langit, itu firman Tuhan, coba dicari dikitabnya wahai para pengandal teori. Dan coba ingat satu ayat lagi “tidaklah kuciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk menyembah kepada-Ku”.
Tuhan memerintahkan masalah kepemimpinan kemudian masalah khilafah itu karena saat itu hambanya dipandang tlah benar-benar mampu mengemban amanat untuk menjadi pemimpin ummat dengan segala persyaratannya. Makanya jangan berfikir tentang maunya Tuhan sebagaimana fikiran kita manusia, kalau mau tahu maunya Tuhan secara harfiah pelajari Agama secara menyeluruh (kaffah) jangan sepotong-sepotong bisa tertimpa malu sendiri terkena azab Tuhan.
Jangan dikit-dikit menisbatkan sesuatu kepada Tuhan, apa dikira Tuhan itu bodoh sehingga memberikan amanat kepada golongan yang secara kelayakan tidak memenuhi persyaratan. Kita sendiri hendak menyuruh tukang bangunan saja melihat dulu sampai dimana keahlian sang tukang batu, makanya berfikirlah yang logis, realistis, dan tahu diri.
Itu baru tamparan kecil dari Tuhan yang dikenakan Tuhan kepada golongan mayoritas yang amat jumawa, yang tidak tahu diri dengan kemampuan diri sendiri yang masih jauh dari kata layak. Ingat sabda utusan Tuhan bahwa diakhir zaman ummatku akan amat banyak, sebanyak buih dilautan, namun itu kualitasnya juga seperti buih tersebut. Jangan-jangan zaman kita ini yang tlah disitir oleh kanjeng Nabi sebagaimana buih dilautan, banyak namun tak berkualitas.
Itulah tanda orang yang tidak mampu bisanya marah-marah dan menebar kebencian disana-sini, malulah pada diri sendiri bahwa sikap-sikapmu itu amat bertentangan dengan perintah agamamu. Begitu masih berani mengangkat suara mengatasnamakan Agama, betapa besar dosa yang akan ditanggungnya, na’udzubillahi mindzalik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H