"By wisdom a house is built, & through understanding it is established; -Proverbs 24:3"
Saat kita mulai emosi, seringnya banyak hal menjadi tidak masuk akal. Untuk apa hal ini terjadi, bagaimana bisa terjadi, bagaimana jika seperti ini, bagaimana jika seperti itu, dan banyak lagi pertanyaan yang sebenarnya diarahkan untuk memuaskan keinginan kita saja. Hasil akhir pertanyaan itu tidak lah penting, jawaban pertanyaan itu, sebenar-benarnya adalah jawaban yang ingin kita dengar saja.
Saat kita mulai emosi, berhentilah bertanya, dinginkanlah kepala dulu. Dulu saya pernah dengar teori seseorang, katanya jangan memasukkan emosimu dalam membuat keputusan. Memang benar, ketika kita emosi, rasa-rasanya ada pikiran kita yang tertutup, ada bagian dari solusi yang tidak sampai di otak kita, dan bisa saja justru yang kita pikirkan hanya bagian kecil dari solusi, itu pun sudah tercampur dengan pemecahan masalah berdasarkan inginnya kita apa, bukan baiknya seperti apa.
Emosi di sini tidak hanya berlaku untuk 'marah' saja, tapi juga sedih, senang, bahkan ketika kita jatuh cinta. Pernah mendengar seseorang (atau bahkan kita sendiri) mengatakan atau menuliskan kata 'selamannya' untuk orang lain? Bukan pesimis, bukan menjadi orang yang apatis, tapi sungguh, kata tersebut memiliki makna yang mendalam, lebih dari sekedar kata 'sampai besok' atau '3 minggu lagi'. Bayangkan anda mengucapkan 'saya akan menyayangi anda selamanya' kepada pasangan anda, karena mungkin saat itu adalah awal hubungan anda, dan anda mau menciptakan suasana romantis, tp beberapa saat kemudian anda mengetahui keburukan pasangan anda dan memutuskan meninggalkannya, bukankah kata 'selamanya' itu menjadi sia-sia dan menjadi kata yang turun makna sebagai pembohong?
Jadilah bijak dengan emosi anda, dewasalah saat sekitar anda tidak.
salam,
septysjs
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H