Mohon tunggu...
Septyan Hadinata
Septyan Hadinata Mohon Tunggu... Lainnya - buruh

Ikhlas bersama sabar dalam mengembara di dunia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PPN 12% Produk Sharing Power Pemerintah-DPR, Wajib Dipertanggungjawabkan Bersama

25 Desember 2024   06:48 Diperbarui: 25 Desember 2024   06:48 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kenaikan  Pajak Pertambahan Nilai ( HPP ) 12% yang diatur dalam Undang Undang No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang akan mulai diberlakukan Januari 2025, telah menimbulkan pro kontra dan menimbulkan kegaduhan di ruang publik. Yang paling menarik dibalik kenaikan PPN12% itu adalah adanya saling tuding dikalangan legislator Senayan. Perseteruan dilembaga legislatif  terkesan saling lempar tanggung jawab dan bentuk cuci tangan untuk menarik simpati publik. Dan itu telah menjadi tontonan yang tidak mendidik  dan menambah kebingungan rakyat yang terdampak langsung oleh kenaikan PPN tersebut. 

Para legislatif Senayan entah lupa atau sengaja melupakan dirinya akan tugasnya sendiri sebagai legislator. Bahwa setiap UU baik itu yang dibuat sendiri oleh DPR maupun yang diajukan oleh Pemerintah termasuk UU HPP No 7 Tahun 2021  yang menurut Astawa   Guru Besar Hukum Tata Negara FH Unpad bahwa setiap UU itu  adalah merupakan   merupakan sharing power DPR dan Presiden.  Maka setiap UU yang telah disahkan bersama harus pula dipertanggungjawabkan bersama. Namun yang terjadi dibalik polemik kenaikan PPH12% yang merupakan amanat UU HPP no 7 tahun 2021, DPR malah terkesan melepas tanggungjawabnya dengan saling tuding saling lempar masalah. Dan ingin memberi pesan kepada publik bahwa DPR tersucikan dari kenaikan PPN tersebut. 

Padahal sebagaimana diketahui bersama, bahwa UU HPP no 7 tahun 2021 dihasilkan atas kesepakatan atau kesepahaman dalam bentuk persetujuan bersama antara pemerintah dengan DPR. Mayoritas Fraksi di DPR  yakni sebanyak 8 Fraksi  (  Gerindra, PDIP,  , Golkar, PAN, Demokrat, NasDem, PPP, dan PKB. ) dan hanya ada satu Fraksi yang menolak yakni PKS. Tapi yang nampak sekarang ini, ke 8 Fraksi yang setuju  UU HPP malah berseteru. Dan uniknya perseteruan lebih kepada gimik politik sebagai bentuk kelicikan dan kemunafikan berpolitik. Seharusnya dengan adanya polemik kenaikan PPN 12% yang menjadi sorotan publik, DPR  dan Parpol     yang " MENYETUJUI   UU HPP " memberikan penjelasan utuh ke publik alasan kenapa pihaknya memberikan persetujuan terhadap UU tersebut. 

DPR sebagai representasi dari Rakyat,   apapun yang DPR lakukan dalam membuat kebijakan dengan atas nama rakyat, wajib memberikan pertanggungjawaban kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Setiap  produk legislatif harus nampak keberpihakan kepada rakyat bukan malah sebaliknya. Akibat kurang aspiratif dalam menghasilkan produk legislatif, sehingga sering memunculkan sikap reaktif Rakyat menolak kebijakan yang dihasilkan oleh wakilnya di DPR. Seperti yang terjadi soal UU HPP kenaikan PPN 12% yang sekarang menjadi komplik politik diantara partai politik pendukung pemerintah dengan yang diluar pemerintah. 

Jadi DPR terutama yang dulu seteuju terhadap UU HPP no 71 tahun 2021, harus tampil ke publik memberikan penjelasan alasan kenapa setuju menaikan beban hidup rakyat melalui kenaikan PPN 12%. Ini yang sangat penting dan ditunggu publik pertanggungjawaban moral DPR kepada Rakyat bukan malah cipta kondisi   dengan melakukan Gimik Politik yang menambah komplik semakin luas ke arah  komplik politik yang menambah semakin bermasalah negeri ini. Sebab tidaklah adil kalau soal kenaikan PPN tersebut diarahkan kepada pemerintah sebagai inisiatornya, sementara para legislatornya yang setuju lepas tanggung jawab dan saling lempar batu sembunyikan dosa. Lalu sekarang  berteriak keras membawa nama rakyat seakan - akan tampil sebagai JURU SELAMAT RAKYAT, setelah sebelumnya berkhianat. Disinilah kita bisa melihat bahwa DPR sangat minim dlaam menyerap aspirasi rakyat. Padahal untuk itu mereka difasilitasi dengan diberikan anggaran yang cukup besar yang dinamakan  Pokok Pikiran atau POKIR. 

Nah sekarang akankah DPR mengakui merasa bersalah dan berDOSA dan meminta MAAF KEPADA RAKYAT  atas persetejuannya kenaikan PPN 12% yang jelas menambah beban hidup rakyat. Kita Tunggu saja, semoga mereka tersadarkan. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun