Mohon tunggu...
Septyan Hadinata
Septyan Hadinata Mohon Tunggu... Lainnya - buruh

Ikhlas bersama sabar dalam mengembara di dunia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hilangnya Pendidikan di Sekolah

25 Oktober 2024   21:53 Diperbarui: 25 Oktober 2024   22:01 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar : mahasiswaindonesia.id 

Kenapa kekerasan di sekolah terus terjadi bahkan semakin meningkat ? Ada apa dengan sekolah ? Dan siapa yang harus bertanggung jawab ?.Untuk menjawab semua itu harus bijak dan tidak perlu mencari  siapa yang salah atau saling salahkan.   Menyalahkan sebuah masalah yang terjadi  adalah sama dengan menambah masalah. Masalah bukan untuk disalahkan tetapi untuk dicari penyebabnya dan dicari solusinya. 

Penyebab utama terjadinya kekerasan di sekolah dan menyababkan terjadinya demoralisasi di dunia pendidikan  adalah karena hilangnya pendidikan itu sendiri  di sekolah. Sekolah   merupakan lembaga pendidikan untuk membentuk karakter dan menumbuhkembangkan potensi diri dan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar ilmu pengetahuan. Sekolah sekarang lebih memposisikan sebagai lembaga belajar mengajar untuk meningkatkan kecerdasan intelektual siswanya. Sementara yang berkaitan dengan pendidikan peningkatan kecerdasan spiritual  itu sendiri semakin samar. 

Salah contoh hilangnya pendidikan disekolah adalah hilangnya pelajaran soal budi pekerti. Padahal budi pekerti adalah sangat diperlukan sekali dalam mencetak generasi bangsa yang berkarakter. Sehingga akibat hilang pelajaran budi pekerti disekolah telah berpengaruh besar terhadap emosional siswa dan juga guru itu sendiri. Kompetisi tidak sehatpun terjadi  dikalangan siswa dalam mengejar target pembelajaran  dan prestasi di sekolah. Begitu  guru dengan diberi beban target pencapaian dengan segala kerumitan administerasinya membuat kelelahan jiwanya . 

Akibatnya banyak guru yang   sensitif secara emosional    ( highly sensitive person (HSP). Kalau dulu Guru galak karena sifatnya ingin mendidik siswanya berdisiplin dan memacu semangat belajarnya, kalau sekarang Guru menjadi galak karena tekanan beban tugas yang berlebihan dan dipaksakan. Contohnya  saat diterapkan kurikulum Merdeka oleh Menteri Nadiem, banyak guru dan siswa terpejara kemerdekaan jiwanya. 

Hal lainnya yang menyebabkan sering terjadi kekerasan disekolah disebabkan oleh faktor lingkungan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Sering terjadi kasus KDRT dalam rumah tangga menjadikan contoh tidak baik kepada anak-anak dan banyak anak-anak yang menjadi liar diluar atau istilahnya Broken home.  

Begitu dengan lingkungan banyak yang tidak layak anak penuh dengan kekerasan dan diperparah lagi dengan pengaruh kekerasan dalam konten-konten di dunia maya/Medsos yang sering mempertontonkan kekerasan, baik itu kekerasan politik, kekerasan demokrasi maupun kekerasan lainnya,   telah memperburuk gangguan kesehatan jiwa anak-anak/remaja dimana mereka merupakan konsumen aktif pengguna internet/medsos. 

Melihat kompeksitasnya masalah tentang kekerasan di sekolah, harus menjadikan kesadaran semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung terjadinya kekerasan di sekolah. Sekali lagi tanpa harus saling menyalahkan, tetapi mari kita bersama mengurai masalahah tersebut dengan penuh tanggung jawab. 

Disadari atau tidak, kita juga  langsung maupun tidak langsung turut memberikan andil terhadap terjadinya kekerasan di sekolah. Dan yang penting sekolah harus kembali menjadi lembaga Pendidikan murni yang mampu membangun karakter akhlaq baik anak didiknya. Tidak hanya punya kecerdasan intelektual tetapi memiliki pula kecerdasan spritual. 

Mengutip tulisan Buya Hamka dalam Bukunya berjudul Pelajaran Agama Islam : "  Pendidikan Bukan Pelajaran. Pendidikan adalah latihan rasa yang tidak tertulis dalam buku. Pendidikan bukan pula disiplin ketentaraan, yang kalau tida aka paksaan tidak bisa menjadi " 

Wallohu A'lam 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun