Mohon tunggu...
Septyan Hadinata
Septyan Hadinata Mohon Tunggu... Lainnya - buruh

Ikhlas bersama sabar dalam mengembara di dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Netralitas dan Tugas Tambahan Ilegal ASN di Pilkada?

25 Oktober 2024   08:18 Diperbarui: 25 Oktober 2024   10:25 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Netralitas ASN dalam setiap perhelatan politik baik itu Pemilu maupun Pilkada selalu menjadi sorotan penuh kecurigaan dari publik. Banyak kasus ASN  yang terungkap ( pasti banyak yang belum terungkap ) yang melanggar netralitas  disetiap hajatan politik, telah menambah semakin kuat kecurigaan dan  ketidakpercayaan akan tidak baik-baiknya ASN.  Bertambahnya kasus ASN yang melanggar netralitas tidak menjadikan kekapokan atau epek jera bagi ASN itu sendiri terutama yang mempunyai nafsu jabatan yang kuat. 

Kerawanan netralitas ASN menjadi ancaman bencana besar bagi kehidupan demokrasi terutama di Pilkada. Penguasaan ASN atau istilahnya politisasi ASN menjadi bagian strategi politik di Pilkada terutama yang ada petahana . Rendahnya moralitas sebagian ASN memudahkan   ASN   dijadikan  bagian Tim sukses ( resmi ) non partai. Tugas tambahan ASN di pilkada khususnya oleh petahana dianggap bukan sebagai beban kerja oleh mereka ASN  yang mempunyai syahwat kuat terhadap jabatan, tetapi dianggap sebagai kehormatan dan bentuk loyalitas kepada atasan. Bahkan kerjanya sebagai tim sukses non partai lebih semangat daripada tim sukses resmi partai. ASN sebagai kekuatan birokrasi di pemerintahan daerah mempunyai alur garis koordinasi jelas sampai tingkat bawah sehingga memudahkannya melakukan promosi politik yang dikemas dalam bentuk program yang bersumber dari APBD. 

Perilaku PENDURHAKAAN terhadap Kehormatan dan Kewibawaan ASN dalam menjaga Netralitas di pesta Politik adalah realita masih rendahnya moralitas ASN. Selain itu bukti nyata bahwa pembinaan dan pengawasan ASN  di daerah tidak berjalan alias gagal ( walaupun belum total ). Loyalitas terhadap pimpinan disalah artikan dan disalahgunakan oleh atasan itu sendiri. Dimana atasan  lebih mementingkan loyalitas bawahannya dalam bentuk dukungan kepentingan politiknya daripada dalam bentuk prestasi kinerjanya sebagai pembantunya di pemerintahan daerah untuk melaksanakan program kerja pemerintahannya. 

Memang sangat dilematis bagi sebagian ASN terutama yang lemah jiwa Prasetya KORPRInya. Karena disaat memasuki hajat politik di daerah yakni Pilkada,  imtimidasi oleh atasannya sangat kuat. Bagi yang berani menolak sudah pasti akan kena sanksi berat kehilangan posisi jabatan atau bagi ASN tingkat rendah dipindah ke daerah yang jauh. Walaupun sering terjadi bagi yang menunjukkan loyalitas politiknya kepada atasan tidak menjadi jaminan akan mendapatkan hadiah kursi jabatan di posisi strategis yang manis. Banyak yang malah kecewa tidak mendapatkan apa-apa. Bahkan akan lebih parah lagi nasib ASN apabila petahana yang menjadi atasannya kalah, maka akan menjadi sasaran pertama balas dendam politik oleh yang menang. 

Jadi sangat kompleksitas soal Netralitas ASN   di Pilkada. Selain masih lemahnya penindakan hukum terhadap pelaku pelanggar netralitas oleh ASN juga masih sering terlindungi oleh yang sedang berkuasa / Petahana, juga aturan yang ada masih banyak celah yang bisa disiasati oleh oknum ASN untuk melanggar dengan cara yang dianggapnya benar. 

Bagaimana membebaskan ASN tugas tambahan  yang merupakan tugas yang salah kaprah    di Pilkada .  Himbaauan ASN Wajib Sukseskan PILKADA diartikah salah yakni menjadi  Penggiringan Pemilih Kepada Yang Sudah Ada/Petahana. Mobilisasi politik di tubuh birokrasi adalah bentuk suksesnya Reformasi Politisasi   Birokrasi di Daerah. Namum menjadi semakin buramnya  dan semakin parah demokrasi di Daerah yang semakin kehilangan arah. Dan ini harus dicegah segera sebelum menjadi wabah bencana besar yang meruksak Demokrasi. Salah satu cara adalah bagaimana menyadarkan pemilih untuk tidak terpengaruh oleh intimidasi politik yang dilakukan oleh kekuatan ASN dan bisa memilah sebelum memilih, calon pemimpin mana yang benar-benar jujur. Sulit memang untuk meyakinkan masyarakat sekarang ini dimana semakin kuatnya sikap pragmatisme di masyarakat. Tapi minimal kita tidak boleh kehilangan sikap optimesme untuk tetap mempunyai harapan baik akan masa depan demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun