Mohon tunggu...
Septri M. Sianturi
Septri M. Sianturi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa SV IPB

It's me

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Analisis Covid-19 terhadap Perekonomian Indonesia: Dampak dan Relevansinya

12 Juli 2021   12:45 Diperbarui: 12 Juli 2021   12:46 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Analisis Covid-19 Terhadap Perekonomian Indonesia : Dampak dan Relevansinya

Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) merupakan virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Cina, pada tanggal 8 Desember 2019 dan diklaim sebagai pandemi oleh WHO (World Health Organization) dengan sebutan Covid-19 pada tanggal 12 Maret 2020. Pada masa pandemi Covid-19 saat ini, pihak masyarakat dituntut agar mengurangi aktivitas di luar rumah yang pada akhirnya memengaruhi ekonomi masyarakat. 

Telah diberlakukannya berbagai macam kebijakan oleh Pemerintah Indonesia dalam merespon dampak dari pandemi Covid-19, di mana salah satunya adalah membuat strategi dalam menekan penyebaran Covid-19  dengan menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

Secara faktual dampak pandemi Covid-19 di Indonesia dapat dilihat pada pertumbuhan PDB yang dilaporkan minus dua kuartal berturut-turut pada Kuartal II dan III 2020 atau dapat dikatakan bahwa Indonesia saat ini telah masuk ke dalam jurang resesi. Seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, pertumbuhan ekonomi domestik juga melambat dan memberikan dampak pada perbankan yang tumbuh moderat.

Menurut Ketua Komite Moneter dan Keuangan Internasional, Lesetja Kganyago dalam konferensinya menyatakan bahwa dengan adanya Covid-19 menyebabkan krisis pada ekonomi dan keuangan global. 

Perlambatan ekonomi akibat Covid-19 pun tak terkecualikan bagi Indonesia. Badan Pusat Statistik telah mengumumkan bahwa ekonomi Indonesia tumbuh melambat sebesar 2,97% yang terjadi pada kuartal I per tahun 2020. 

Perlambatan ini ditandai dengan penurunan aktivitas rumah tangga yang hanya tumbuh sebesar 2,83% dan pertumbuhan investasi hanya sebesar 1,7%. Ekonomi Indonesia mengalami tekanan baik dari sisi pengeluaran/permintaan maupun sisi produksi/suplai. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum mengalami pertumbuhan dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Perkembangan Dana Pihak Ketiga mengalami pertumbuhan sebesar 8,87% year-on-year (yoy). Jika dibandingkan dengan April 2020, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 8,08% year-on-year (yoy).

Adanya pandemi menyebabkan penurunan pendapatan yang disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya suku bunga naik, penurunan  daya beli masyarakat, shock di sektor keuangan, serta menurunnya kegiatan ekspor impor. Covid-19 juga menimbulkan risiko untuk Indonesia seperti Equity Risk Premium, suplai tenaga kerja yang turun, biaya produksi yang meningkat, dan anggaran belanja menurun (Bidari, Simangunsong, & Siska, 2020). 

Kemudian akibat dari banyaknya pegawai yang di PHK akan mengurangi daya beli masyarakat, akhirnya masyarakat lebih banyak menyimpan uangnya. Selain itu, sektor keuangan pun mengalami guncangan, bursa saham dan pasar obligasi ikut tertekan, investasi nyaris berhenti, kegiatan ekspor impor juga terhambat karena sejumlah negara melakukan lockdown. Menurut Menteri Keuangan (Sari, Musfiroh, dan Ambarwati, 2020) sektor yang paling tertekan akibat pandemi Covid-19 yaitu rumah tangga, UMKM, korporasi, dan sektor keuangan, sehingga semakin memperlebar dampak terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya.

Dalam kondisi perekonomian yang telah melemah ini, pengeluaran pemerintah memberikan stimulasi kepada perekonomian agar bertumbuh melalui kebijakan fiskal yang ekspansif serta melalui peningkatan pengeluaran pemerintah atau menurunkan pajak untuk meningkatkan permintaan agregat di dalam perekonomian sehingga menyebabkan pendapatan naik yang akan mengurangi dampak dari  pandemi ini. Dari sisi moneter Bank Sentral juga mengatasi dampak resesi dengan kebijakan moneter ekspansifnya dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter. 

Government Spending atau Belanja Pemerintah Pusat  menjadi salah satu stimulus fiskal yang dilakukan pemerintah dengan total 3,4% (yoy) atau sebesar Rp382,53 triliun melalui program bantuan sosial, sehingga peningkatan Government Spending akan mendorong kenaikan income. Selama Pandemi, pemerintah juga memberi Stimulus Fiskal berupa pengurangan pajak seperti PPh dan PPN. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun