Janji November
Mulanya kau datang padaku, menyapaku di setiap awal perjumpaan kita. Bukan. Ini bukan jumpa kita yang pertama. Tahun lalu, dan juga tahun-tahun sebelumnya. Setelahnya kau dan aku jalan beriringan. Terkadang langkah kita terasa lambat, terkadang juga terasa begitu cepat. Padahal kita tak pernah memperlebar langkah kita. Kadang kau memintaku berjalan santai, tidak jarang juga kau memintaku untuk berlari. Kau tak pernah membiarkanku jalan di tempat. Membuang waktu katamu.
Di kebersamaan kita kau tak pernah menjanjikan hangatnya matahari padaku. Kau tak pernah menjanjikan birunya langit padaku. Kau tak pernah menjanjikan selalu ada senyuman untukku. Menjanjikan tangisan, pilu, hujan bahkan pelangi pun kau tak pernah. Tidak ada. Kau tak pernah menjanjikan apa-apa padaku.
Kau hanya memintaku berjalan beriringan denganmu. Menikmati setiap masa kebersamaan denganmu. Tidak peduli itu senyuman atau tangisan. Tidak peduli itu basah karena peluh keringat atau basah kuyup karena hujan. Memberi arti di setiap tarikan napas.
Kini seperti juga tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya. Waktu kebersamaan ini harus kita sudahi. Kau berjalan pergi. Bukan untuk meninggalkanku. Kau hanya ingin aku berjalan beriringan, tapi bukan denganmu. Kau ingin aku menikmati setiap masa kebersamaan, tapi bukan denganmu. Kau ingin aku memberi arti di setiap tarikan napas, tapi juga tidak denganmu.
Senyumku mengiringi langkahmu. Langkah yang terasa begitu cepat bagiku tahun ini. November, terima kasih untuk setiap kedatanganmu untukku. Ku tunggu kau kembali seperti sebulan lalu, juga seperti sebelumnya. Ini bukan janji, sepertimu yang tak pernah berjanji selain akan datang lagi.
30.11.14.19.05
*ilustrasi : november
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H