Mohon tunggu...
septiya
septiya Mohon Tunggu... Administrasi - jarang nulis lebih sering mengkhayal

Penggemar pisang goreng ^^

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senja Pulang

15 September 2014   18:54 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:38 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14107477551949511090

ilustrasi : ini

Daun-daun itu menguning kemudian terjatuh ketika tertiup angin. Hujan belum juga menyapa bumi, setidaknya di tempatku ini. Angin kering dingin masih mengisi hari. Raja hari mulai pulang ke peraduan, menyinari dari sisi condongnya. Jingga kemerahan. Cantik. Kurang dari satu menit menikmati salah satu keindahan dunia yang alam suguhkan setiap harinya. Ini masih di bulan ke sembilan.

Aku memiliki caraku sendiri, cara untuk menikmati sinaran jingga kemerahan itu. Hanya kurang dari satu menit. Aku melewati sebuah fly over, di sanalah aku menikmatinya. Aku merasa senja itu begitu dekat denganku ketika aku sampai di tengah, titik tertinggi dari fly over itu. Seperjangkauan tanganku. Rasanya aku bisa menjangkau awan jingga kemerahan itu dengan tanganku. Aku melaju dengan kecepatan standart.

Setelah melewati fly over itu, kurang dari satu menit, maka pemandangan menakjubkan itu akan tertutup oleh deretan bangunan kotak. Itulah fly over itu adalah tempat yang tepat. Pernah muncul ide untuk berhenti , sekedar mengambil foto. Akan tetapi, rasanya nyawaku masih terlalu berharga untuk aku tukar dengan satu atau dua kali jepretan foto. Biarlah memoriku yang memfoto setiap momen aku menikmati senja pulang ini.

Satu kalimat mulai menggangguku, tidak sengaja aku temukan di salah satu novel yang aku baca. Bisakah kamu mencintai dan membenci seseorang di satu waktu? Pertanyaan itu sepertinya mudah, hanya butuh jawaban “bisa” atau “tidak” saja. Tetapi kenapa aku susah menemukan jawabannya.

“Nin…dah pulang belum?” Anin satu-satunya yang bisa aku ajak diskusi untuk sekarang ini.

“Belum nih…kena lembur aku. Si boss ngomel-ngomel mulu dari tadi. Kenapa beb?”

“biasa sih…cuma mau curhat aja. Nanti kabari ya kalau udah di rumah.”

“Oke, bentar lagi juga kelar kok”

***

Langit telah berubah warna, gulita malam menemani. Melihat keramaian lalu lintas dari jendela kamar ini memang menyenangkan selain melihat senja . Sorotan lampu-lampu kendaraan, lampu jalan, gedun-gedung megah itu seperti melihat hamparan bintang. Kerlap-kerlip ini mungkin satu-satunya yang menarik dari kota ini untukku. Sisanya, bising, macet, polusi, dan boss yang selalu membuatku pusing dengan deadline nya.

“Beb..aku dah di rumah nih. Aku telepon ya?”

Aku masih berdiri memandang ke arah luar ketika handphone ku berbunyi.

“sudah di rumah Nin? “

“Iya, kenapa? Mau curhat apa? aku siap dengerin.”

Anin selalu seperti itu, dia selalu ada waktu untukku. Aku dan dia sudah bersahabat sejak SMA. Walaupun saat kuliah aku dan dia tidak satu kampus.

“Aku mau tanya nih, bisa nggak kamu mencintai sekaligus membenci seseorang dalam satu waktu?”

“kenapa lagi kamu? Soal dia lagi ini?Haduh Tiffa ...kenapa lagi sih dia?”

“bukan…aku tadi nemuin satu kalimat itu di novel yang belum kelar aku baca. Penasaran aku, pengen tau aja gimana menurutmu?”

Diam beberapa saat.

“hemm…ini kalau aku ya beb, aku bisa mencintai seseorang tapi aku juga membencinya. Maksudnya aku membenci misal orang itu punya kebiasaan kurang rapi, berantakan, suka datang telat kalau janji atau yang lain. Tapi aku tidak melihat kebencian dan kecintaan ku itu menjadi dua hal yang berdiri sendiri. Aku melihat nya dengan satu frame besar, dimana kebencian dan kecintaanku itu menjadi dua hal yang bersatu. Hal yang aku benci itu adalah bagian yang berada di dalam frame besar itu. ”

“Intinya kamu tetap cinta kan walaupun benci?”

“Iya…karena aku lebih memandang kecintaanku pada orang itu daripada kebencianku. Buku siapa sih itu?”

“besok aku pinjemin kalau aku dah kelar bacanya.”

“hemm..oke..gimana ? dah dapet gambaran ?”

“Heem…thank’s ya Nin. dah tidur gih. Siapin tenaga buat romusha besok.”

“Hahaha…sialan. Boss kamu lebih parah.”

“Hahaha…nah itu kamu tau. Aku mau selesain laporan dulu ya. Bisa digantung aku kalau nggak selesai malam ini.”

“Okee beb…”

Aku kembali memandangi laptop yang aku biarkan menyala sedari tadi. Hanya alunan suara John Mayer yang menemani ku malam ini. Laporan ini harus kelar malam ini juga. Boss ku memang juara kalau dalam hal deadline. Membuatku seperti maling ayam dikejar orang sekampung.

***

Berkutat dengan setumpuk dokumen ditambah boss yang sering ngomel-ngomel. Tekanan batin ini lama-lama. Pulang kerja adalah waktu yang menyenangkan buatku. Apalagi kalau bukan memandangi matahari senja. Aku hanya perlu berjalan pelan untuk bisa menikmatinya lebih lama.

Fly over itu menjadi titik paling menyenangkan di setiap jalan pulangku. Kalimat itu masih mengiang-mengiang di kepalaku. Lalu bagaimana pendapatku dengan kalimat itu? apa jawabanku tentang itu. Apakah kamu bisa membenci sekaligus mencintai seseorang dalam satu waktu?” Aku sendiri tidak yakin dengan jawabanku, aku hanya merasa ketika aku mencintai seseorang maka aku tidak bisa membencinya. Hal yang mungkin tidak sejalan dengan kemauanku hanya akan sampai pada level tidak suka dan bukan benci. Karena apa? Aku tidak  mungkin mengubah orang itu menjadi seperti yang aku inginkan sepenuhnya, dalam hal apapun itu.

Benar kata Anin, jika dia melihat kebencian dan kecintaannya pada seseorang melalui sebuah frame besar. Bukan secara dua hal yang berdiri sendiri. Akan tetapi, ketika aku membenci seseorang, maka aku sulit untuk mencintainya.

Sekarang bagaimana aku bisa membencimu? Jika setiap hari justru yang aku temukan adalah hal-hal yang membuatku semakin mencintaimu. Sampai saat ini hanya satu hal yang tidak aku sukai, kenyataan bahwa aku tidak bisa memilikimu.

Kurang dari satu menit, aku melintasi fly over itu. Satu waktu dimana aku hanya ingin memandangi langit sore, lupa akan kebisingan kota ini, kemacetan kota ini, dan tentu deadline menggila itu dan tentunya aku lupa meskipun sejenak tentang ketidak sukaanku padamu. Senja pulang memang selalu menyenangkan untukku.

Bagaimana dengan kalian ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun