Mohon tunggu...
septi nurin
septi nurin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1

seorang mahasiswi yang menyukai isu-isu lingkungan makhluk hidup

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menganalisis Marxisme dalam Memandang Sistem Hubungan Internasional

21 Oktober 2024   05:02 Diperbarui: 30 Oktober 2024   14:56 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perspektif Marxisme menawarkan analisis yang menyeluruh dan kritis terhadap sistem dunia internasional, berbeda dengan pendekatan liberal dan realis yang lebih umum. Alih-alih melihat dunia sebagai kumpulan negara-negara yang berinteraksi secara setara, Marxisme memandang sistem internasional sebagai produk dari sistem kapitalis global, di mana negara-negara maju mengeksploitasi negara-negara berkembang untuk keuntungan ekonomi mereka sendiri. Analisis ini berakar pada teori Karl Marx tentang kelas sosial, kapitalisme, dan perjuangan kelas, yang diaplikasikan ke dalam konteks hubungan internasional

Marxisme, sebuah sistem pemikiran yang kompleks dan berpengaruh, melampaui sekadar teori ekonomi. Ia merupakan sebuah lensa yang kuat untuk memahami dinamika sejarah, masyarakat, dan sistem ekonomi, khususnya kapitalisme. Berakar pada karya Karl Marx dan Friedrich Engels pada abad ke-19, Marxisme menawarkan analisis kritis terhadap struktur kekuasaan, eksploitasi kelas, dan perjuangan untuk keadilan sosial.

Eksploitasi dan Kesenjangan Kelas: Sebuah Sistem yang Tidak Setara

Marxisme berpendapat bahwa sistem dunia internasional didasarkan pada eksploitasi dan kesenjangan kelas yang sistematis. Kaum borjuis, yang mengendalikan modal dan alat produksi, mengeksploitasi kaum proletar di negara-negara berkembang untuk mendapatkan keuntungan. Negara-negara maju, sebagai pusat kapitalisme global, menggunakan kekuatan ekonomi dan politik mereka untuk mengendalikan sumber daya dan pasar di negara-negara berkembang, menciptakan kesenjangan ekonomi yang semakin besar.

Contohnya, negara-negara maju seringkali mengimpor bahan mentah murah dari negara-negara berkembang, seperti minyak mentah, kopi, dan kakao, sementara mengekspor produk manufaktur dengan harga tinggi, seperti mobil, elektronik, dan pakaian. 

Perbedaan harga ini menciptakan keuntungan yang tidak adil bagi negara-negara maju, sementara negara-negara berkembang terjebak dalam siklus kemiskinan dan ketergantungan.

Selain itu, negara-negara maju seringkali menggunakan kebijakan perdagangan yang tidak adil, seperti subsidi pertanian, yang merugikan petani di negara-negara berkembang. 

Mereka juga menggunakan kekuatan politik untuk menekan negara-negara berkembang agar membuka pasar mereka bagi produk-produk dari negara-negara maju, sementara membatasi akses negara-negara berkembang ke pasar negara-negara maju.

Sistem Kapitalis Global: Mesin Eksploitasi

Marxisme memandang sistem dunia internasional sebagai sistem kapitalis global yang didorong oleh akumulasi modal tanpa henti. Negara-negara maju berusaha untuk memperluas pengaruh dan keuntungan mereka melalui imperialisme dan ekspansi ekonomi. Mereka menggunakan berbagai cara untuk mengendalikan negara-negara berkembang, seperti:

  • Investasi asing langsung: Perusahaan-perusahaan multinasional dari negara-negara maju menanamkan modal di negara-negara berkembang, seringkali dengan tujuan mengeksploitasi tenaga kerja murah dan sumber daya alam. Contohnya, perusahaan-perusahaan pertambangan dari negara-negara maju seringkali beroperasi di negara-negara berkembang dengan standar lingkungan dan keselamatan yang rendah, menyebabkan kerusakan lingkungan dan eksploitasi pekerja.
  • Perdagangan bebas: Negara-negara maju mendorong perdagangan bebas, yang seringkali menguntungkan mereka karena mereka memiliki keunggulan teknologi dan modal. Negara-negara berkembang, dengan infrastruktur yang lemah dan kurangnya teknologi, seringkali menjadi pihak yang dirugikan. Contohnya, perjanjian perdagangan bebas seperti NAFTA dan WTO seringkali dikritik karena menguntungkan negara-negara maju, sementara negara-negara berkembang harus menghadapi persaingan yang tidak adil.
  • Utang luar negeri: Negara-negara berkembang seringkali terlilit utang luar negeri kepada negara-negara maju, yang membuat mereka rentan terhadap tekanan ekonomi dan politik. Contohnya, negara-negara berkembang seringkali dipaksa untuk melakukan reformasi ekonomi yang tidak menguntungkan mereka, seperti privatisasi perusahaan-perusahaan negara dan pengurangan pengeluaran sosial, sebagai syarat untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.

Konflik Sosial dan Kelas: Benih dari Munculnya Ketegangan dan Konflik

Marxisme juga melihat konflik sosial dan kelas sebagai faktor utama dalam hubungan internasional. Perbedaan kelas antara kaum borjuis dan proletar di negara-negara berkembang menciptakan ketegangan dan konflik yang dapat memicu berbagai bentuk ketidakstabilan politik, seperti:

  • Perang saudara: Perbedaan kelas, etnis, dan agama dapat memicu perang saudara, terutama di negara-negara berkembang yang mengalami konflik internal. Contohnya, perang saudara di Suriah dan Yaman dipicu oleh kombinasi faktor, termasuk perbedaan kelas, etnis, dan agama, yang diperburuk oleh intervensi kekuatan asing.
  • Revolusi: Ketidakadilan sosial dan ekonomi dapat memicu revolusi, seperti yang terjadi di Rusia pada tahun 1917 dan di Kuba pada tahun 1959. Revolusi ini seringkali dipicu oleh ketimpangan ekonomi yang ekstrem, eksploitasi tenaga kerja, dan penindasan politik.
  • Ketidakstabilan politik: Perbedaan kelas dan ketidakpuasan sosial dapat menyebabkan ketidakstabilan politik, termasuk demonstrasi, protes, dan kudeta. Contohnya, protes Arab Spring pada tahun 2011 dipicu oleh ketimpangan ekonomi, korupsi, dan penindasan politik.

Kritik terhadap Liberalisme Ekonomi: Sebuah Sistem yang Tidak Adil

Marxisme mengkritik liberalisme ekonomi yang melihat perekonomian sebagai "positive sum game" di mana semua pihak diuntungkan. Marxisme berpendapat bahwa liberalisme ekonomi hanya menguntungkan kaum borjuis dan negara-negara maju, sementara negara-negara berkembang tetap terjebak dalam kemiskinan dan eksploitasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun