Mohon tunggu...
Septin Puji Astuti
Septin Puji Astuti Mohon Tunggu...

Tidak ada yang lebih istimewa selain menjadi ibu dari empat anak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Susahnya di Dalam Kendaraan Umum

8 April 2013   21:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:30 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak yang bilang di negara maju transportasi umumnya sudah baik. Pernyataan tersebut bisa dibilang ada benarnya.

Di negara-negara maju, bus dengan mudah di dapat. Ambil saja contoh seperti yang ditulis oleh Mbak Dwi tentang bis di Hongkong yang menjadi favorit masayarakat. Jika tidak, ada kereta api yang bebas macet. Beberapa waktu lalu Pak Alex Win membuat ulasan mengenai MRT di berbagai negara seperti Singapura, Inggris dan Kanada. MRT inilah yang menjadi andalan banyak negara dalam mengatasi masalah transportasi.

Tidak hanya moda transportasinya, jalanan di luar negeri juga nyaman dan aman atau bisa dibilang ramah pejalan kaki dan pengguna sepeda. Mau menyeberang jalan juga aman. Seperti yang diceritakan Pak Eko Setiawan tentang berbaga jenis zabra cross di Inggris yang memanjakan pejalan kaki.

Sepertinya transport massal di negara-negara itu nyaman-nyaman saja sehingga mimpi kita ingin segera meluncur ke negara-negara itu. Dan wajar jika banyak yang mengharapkan Indonesia suatu saat bisa seperti itu.

Namun apa benar memang senyaman itu?

Jika dibandingkan dengan Indonesia, angkutan umum seperti bus dan kereta api di negara-negara maju seperti Hongkong, Singapura, negara-negara Eropa dan Inggris jelas lebih nyaman. Bus dan keretanya lebih bersih dan terawat sehingga seperti masih baru. Meski ditemui ada kereta api yang kursinya tidak empuk, tetapi bus dan keretanya relatif bersih.

Selama di Inggris, pernah saya temui kereta yang bentuk fisiknya tidak bagus. Mungkin hampir mirip kereta ekonomi Indonesia. Itupun kereta yang tujuannya ke pelosok. Sementara kereta yang tujuannya ke kota-kota besar, kereta cepat jadi andalannya yang tentu saja nyaman. Namun ada juga kereta yang murah meriah. Tetapi tidaklah senyaman kereta cepat.

[caption id="attachment_236908" align="aligncenter" width="504" caption="Kondisi kereta Virgin (kereta cepat) jurusan Birmingham - London pada hari Jumat jam 12.26 (Foto Septin)"][/caption]

Sementara di Indonesia banyak sekali bus umum yang sudah berkarat masih saja beroperasi. Seperti misalnya Kopaja yang sangat bising dan membuat saya bergetar sampai telinga saya sakit. Lantai busnya juga berlubang. Sering juga dijumpai Kopaja yang setirnya ditali. Bahkan, kakak saya pernah menaiki Kopaja di Jakarta dan setirnya lepas hingga terjadi kecelakaan. Itu kondisi di kota. Kondisi di desa tidak kalah menariknya. Intinya, secara fisik, angkutan umum di Indonesia bisa dibilang sangat jelek.

Itu masalah bentuk fisik kendaraan umum. Belum masalah waktu kedatangan. Di Inggris (atau mungkin di negara maju lainnya), memang pernah ada bus yang terlambat. Tetapi terlambatnya tidak dalam jangka waktu jam-jaman. Paling hanya beberapa menit. Itupun, tidak ada istilah ngetem jika memag tidak di pemberhentian terakhir. Karena tidak ada acara 'ngetem', kalau kita tidak siap di halte bus, bisa-bisa kita yang ketinggalan bus. Seolah-olah tidak butuh penumpang.

Berbeda jauh dengan Indonesia. Sopir angkutan umum sepertinya yang butuh penumpang. Jadi ngetem berjam-jam sepertinya sudah menjadi suatu kewajiban angkutan umum. Di kota besar seperti Jakarta, jika ada kendaraan ngetem lama, terus kita sebagai penumpang memilih kabur dan memilih kendaraan lain yang jalan lebih dulu mungkin masih tidak apa-apa. Tetapi jangan coba-coba dilakukan di daerah. Jika ada penumpang yang pindah kendaraan gara-gara tidak sabar, siap-siap disemprot kenek atau sopir bus. Malahan bisa memicu pertengkaran diantara mereka.

Kondisi fisik kendaraan yang jelek dan sering terlambat di sebagian besar kendaraan umum di Indonesia mungkin tidak seberapa jika di dalam kendaraan banyak kursi kosong dan ada tempat duduk. Tentu akan sangat tidak nyaman jika ternyata angkutan umumnya penuh. Sudah bising karena suara mesin dari kendaraan yang umurnya sudah tua, terlambat dan masih disuguhi dengan berdesak-desakan. Apes bukan?

Tapi apakah di negara maju tidak ada namanya naik kendaraan umum itu tidak enak?

Mungkin yang bisa saya ceritakan ketika naik bus dan naik kereta di Inggris.

Kebetulan saya tinggal di pinggiran kota di Birmingham. Karena tinggal jauh dari pusat kota, bus yang lewat di depan rumah sewa kami hanya satu. Itupun jarang sekali dibandingkan rute-rute lainnya. Apalagi ketika weekend terutama ketika hari Minggu, frekuensinya lebih jarang.

Setelah berkali-kali naik bisa saya punya beberapa catatan.

Jika naik bus pada jam sibuk yaitu pada jam orang berangkat kerja atau anak-anak berangkat sekolah, jangan harap kita bisa duduk. Di jam-jam sibuk orang-orang pulang kerja pulangnya hampir bersamaan dengan anak-anak sekolah, di sore hari. Jadi jika ada berdiri, harus maklum dan bersabar. Bahkan anak-anakpun juga ikutan berdiri karena orangtuanya tidak mendapat tempat duduk dan anak-anak tidak mau jauh dari orangtua. Tapi memang kalaupun berdiri, tidak lama. Sebentar sudah langsung turun.

Bagaimana dengan berdesak-desakan? Selama saya naik bus di Birmingham berdesak-desakan seperti di Indonesia tidak terjadi. Tetapi tidak di London. Berdiri berdempetan sepertinya sudah biasa. Mungkin karena London jumlah penduduknya 8 jutaan sementara penduduk Birmingham hanya 3 jutaan. Jadi penumpangnya lebih banyak dibandingkan di Birmingham.

13654285551282616430
13654285551282616430
Penumpang memilih berdiri di dalam Tube di London meski ada kursi kosong (Kiri). Sepi penumpang di jam tidak sibuk di dalam DLR (overground) (Kanan) (Foto: Septin)

[caption id="attachment_236962" align="aligncenter" width="504" caption="Berdesakan di dalam bus tingkat (double decker) di London di jam sibuk (Kiri). Penumpang berdiri di Tube (underground) di jam sibuk (Kanan) (Foto: Septin)"]

1365429015970625962
1365429015970625962
[/caption]

Tidak enaknya lagi, sopir bis di Inggris kalau menyetir menurut saya tidak sehalus orang-orang Indonesia. Benar memang pelan, tapi kalau belok seenaknya sendiri. Jadi harus berpegangan erat jika berdiri.

Cukup itu saja kesulitannya? Jika sudah sampai tujuan, ya sudah. Tapi jika belum dan harus berganti bus bisa ada masalah lagi seperti masih harus menunggu bus lagi. Masih harus antri. Jika di Birmingham, tidak seberapa panjang antriannya. Tetapi di London, terutama jika akan naik Tube (underground), di kawasan tertentu antriannya bisa panjang.

1365421220229816793
1365421220229816793
Penumpang underground (tube) yang mulai berjubel. Tapi ini masih belum seberapa karena tidak ada antriannya. Ada yang lebih parah dan saya tidak bisa memotret (Foto: Septin) Itu jika naik bus atau kereta di jam sibuk. Jika naik bus di jam tidak sibuk, bus longgar sekali. Sama halnya dengan kereta api, pada jam tidak sibuk sangat sepi. Seolah-oleh tidak ada penumpangnya. Itu jika naik bus atau kereta di jam sibuk. Jika naik bus di jam tidak sibuk, bus longgar sekali. Sama halnya dengan kereta api, pada jam tidak sibuk sangat sepi. Seolah-oleh tidak ada penumpangnya. [caption id="attachment_236955" align="aligncenter" width="504" caption="Kondisi stasiun tube Canary Wharf jam 12.15. Di jam sibuk ketika pekerja berangkat dan pulang kerja, lift penuh dengan calon penumpang atau penumpang yang akan keluar dari stasiun (Foto: Septin)"]
1365426958238252090
1365426958238252090
[/caption] [caption id="attachment_236959" align="aligncenter" width="504" caption="Tube yang sepi penumpang di jam tidak sibuk (Foto: Septin)"]
1365427800223032203
1365427800223032203
[/caption]

Hal yang mirip saya alami ketika naik Transjakarta. Saya berangkat pagi dari rumah kakak saya naik angkot menuju halte Transjakarta. Sesampai di halte, luar biasa antriannya. Untuk mengantri saja saya harus  berdesakan. Saya coba minggir sedikit biar tidak berdesakan, malah ada yang menyerobot.

Sampai dua bus yang datang, ternyata saya belum bisa masuk karena sudah penuh. Jikalau sudah masuk ke dalam bus, sudah bisa dipastikan bakal berdesakan yang membuat saya tidak bisa menggerakkan badan. Tidak nyaman sama sekali.

Berbeda ketika saya naik Transjakarta di jam tidak sibuk. Pernah saya naik transjakarta jam 12 atau jam 1 siang. Saya bisa duduk tenang hingga sampai tujuan tanpa harus menawari penumpang lain untuk duduk di tempat duduk saya. Kalau ada orang yang berdiri itu hanya satu atau dua saja dan mereka melakukan perjalanan jarak pendek.

Naik kendaraan umum dimanapun tetap tidak enak. Itu jika dialami orang yang tidak terbiasa. Seperti saya ketika di Indonesia terbiasa enak hidup di Solo. Ayem tentrem. Naik bus di Solo memang ada yang busnya jelek, tetapi naik Batik Solo Trans (Busway-nya Solo) lumayan nyaman. Itupun jika naik di jam tidka sibuk. Kalau naik di jam sibuk, pagi jam 7 - 8 atau sore hari jam 4-5, berdiri plus desakan di Batik Solo Trans sudah hal yang biasa.

Meski sudah terbiasa naik kendaraan umum di Solo dan mersakan berdiri, naik kendaraan umum di Jakarta jauh lebih susah. Berbeda dengan di Solo, naik kendaraan di Jakarta kadang kita harus berlari-lari mengejar bus. Saya tidak tahu, karena terburu, atau tidak boleh berhenti, atau memang sudah kebiasaan si sopir tidak mau menghentikan busnya. Belum lagi Jakarta yang panas luar biasa plus penduduknya banyak. Berdesakan di kendaraan umum, sudah jadi makanan sehari-hari bagi penumpang kendaraan umum.

Ketika hidup di Birmingham, lumayan bisa bernafas lega jika naik kendaraan umum. Lebih nyaman dan yang jelas meski tidak ada AC-nya, di dalam bus tetap dingin. Karena Inggris memang dingin. Namun, akan shock jika pergi ke London dan naik kendaraan umum di jam sibuk. Berjubel di dalam kendaraan umum sudah lazim. Belum lagi macet di jalan-jalan tertentu.

Menggunakan transport publik jelas ada tidak enaknya karena harus berbagi dengan orang lain. Tetapi jika memutuskan naik transportasi publik dengan harapan kendaraan di jalan berkurang dan tidak macet mungkin harus dipupuk mulai sekarang untuk menyiapkan mental. Meski resiko naik transport publik, akan berjubel jika bertepatan di jam kerja. Jika bertahan bertahan menggunakan kendaraan pribadi mungkin yang didapatkan nyaman. Bahkan ada yang bilang lebih luwes naik kendaraan pribadi dan bisa lebih irit. Tetapi resikonya macet. Bukankah dengan macet juga akan membuat perjalanan tidak nyaman? Begitu juga bensin yang dihabiskan. Di dalam kemacetan, tentu tidak bisa lagi beirit-irit ria apalagi sering mengerem yang ini diakui ternyata tidak lebih hemat BBM.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun