Mohon tunggu...
Septi Melinda putri
Septi Melinda putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya mahasiswa UINSA prodi hukum, saya mempunyai hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ironi Hijau: "Eceng Gondok Dan Sampah Di Sungai Kita"

29 November 2024   15:27 Diperbarui: 29 November 2024   15:27 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tantangan sosial: sungai sebagai cermin kesadaran

Keberadaan eceng gondok dan sampah di sungai kita mencerminkan tingkat keadaran masyarakat terhadap lingkungan. Sungai yang kotor tidak hanya menyajikan masalah estetika, tetapi juga menunjukkan pola hidup yang kurang bertanggung jawab. Ketika masyarakat membuang sampah sembarangan atau membiarkan limbah rumah tangga masuk ke sungai, mereka secara tidak langsung mempercepat degradasi sungai sebagai sumber kehidupan.

Masalah ini juga mengungkapkan ketimpangan dalam pengelolaan lingkungan. Di satu sisi masyarakat kelas bawah yang tinggal di bantaran sungai sering kali menjadi korban pencemaran yang dilakukan oleh pihak lain seperti indusstri atau penduduk kota yang membuang limbah ke sungai. Di sisi lain, mereka juga menjadi pelaku pencemaran karena kurangnya akses terhadap failitas pengelolaan limbah yang mampu.

Melampaui ironi: dari pencemaran menuju pemulihan

Ironi hijau dari eceng gondok dan sampah di sungai kita adalah pengingat bahwa perubahan harus dimulai dari hulu ke hilir. Upaya pencegahan pencemaran, pengelolaan limbah yang baik, dan edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga sungai harus menjadi prioritas. Di sisi lain pemanfaatan eceng gondok sebagai sumber alternatif bisa menjadi solusi inovatif yang mengubah masalah menjadi manfaat. Dengan adanya Langkah ini warna hijau di sungai kita bisa Kembali menjadi lambang kehidupan yang sehat dan berkelanjutan, bukan hanya sekedar ironi dari krisis lingkungan.

Pada akhirnya, masalh eceng gondok dan sampah di sungi kita adalah cerminan dari hubungan manusia dengan alam. Jika kita ingin sungai kita Kembali menjadi sumber kehidupan, bukan tempat pembuangan, maka sudah saatnya kita malampaui ironi hijau ini dengan tindakan nyata. Hijau yang kita lihat di sungai harus Kembali menjadi simbol Kesehatan dan berkelanjutan, bukan hanya paradoks dari krisis lingkungan yang semakin memburuk.

Di dalam UUPPLH pasal 70 menyebutkan bahwa: "masyarakat mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk berperan aktif dalam pengelolaan lingkungan hidup". Hal ini berarti komunitas lokal yang tinggal di sekitar sungai dapat dilibatkan dalam program-progam pengelolaan sampah, pengendalian eceng gondok, hingga edukasi untuk meningkatkan kesadran tentang pentingnya menjaga sungai.

Pemulihan lingkungan 

Eceng gondok yang tumbuh liar dan sampah yang menumpuk dapat diatasi melalui mekanisme pemulihan lingkungan yang diatur dalam pasal 53 UUPPLH. Yaitu dengan cara pembersihan sungai, pengelolaan ulang limbah domestik dan industri, restorasi ekosistem sungai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun