Ketika kita melihat sungai yang dipenuhi eceng gondok, sekilas terlihat seperti oase hijau yang menyejukkan. Akan tetapi dibalik pemandangan yang menyejukkan ini terdapat ironi besar  yaitu eceng gondok adalah tanda degralasi ekosistem udara ditambah lagi dengan tumpukan sampah yang menyumbat aliran sungai, eceng gondok hijau tidak lagi melambangkan kehidupan akan tetapi sebuah paradoks tentang kerusakan perairan di lingkungan kita.
Eceng gondok simbol kesuburan atau menjadi masalah ekologis?
Eceng gondok dikenal sebagai tanaman udara yang tumbuh subur, bahkan di perairan yang tercemar. Ironisnya, kemampuan tumbuh cepat ini justru malah menjadi masalah besar. Ketika sungai dipenuhi nutrisi lebih dari limbah domestic atau pertanian, eceng gondok akan berkembang biak secara tidak terkendali, menutupi permukaan udara. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya oksigen, mematikan kehidupan, dan mengganggu aktivitas manusia yang bergantung pada sungai.
Ancaman Eceng gondok yang dapat menghambat aktivitas manusia, seperti perikanan, transportasi udara, dan irigasi. Ketika sungai tertutup rapat oleh eceng gondok warga yang bergantung pada sungai untuk sumber mata air bersih atau mata pencaharian akan terdampak langsung dan ikan akan sulit bertahan hidup, fungsi ekosistemnya sungai terganggu. Hal ini menciptakan lingkaran masalah yang sulit diatasi, terutama jika tidak ada pengelolaan limbah yang mampu di hulu ke sungai.
Sampah di sungai: warna hijau tertutup polusi
Di sisi lain, sampah di sungai pemperparah ironi. Plastik, limbah organic hingga bahan berbahaya lainnya yang menciptakan pemandangan yang kontras dengan warna hijau eceng gondok. Sampah yang menumpuk tidak hanya menghalangi aliran udara akan tetapi juga menjadi tempat berkembangnya penyakit. Upaya pembersihan sering dilakukan akan tetapi tanpa kesadaran kolektif sampah Kembali menumpuk lagi dan menciptakan siklus yang tak berujung.
Eceng gondok dan sampah di sungai menjadi tantangan besar. Sampah yang terperangkap di antara tanaman air ini menciptakan lingkungan ideal untuk berkembangnya nyamuk dan mikkroorganisme penyebab penyakit. Selain itu juga sungai yang tersumbat oleh sampah dan eceng gondok dapat menyebabkan banjir akan menambah dampak buruk pada masyarakat sekitar.
Pasal 12 UUPPLH menyebutkan bahwa pemerintah wajib Menyusun rencana pengelolaan lingkungan hidup yang mencakup perlindungan, pemulihan, dan pengelolaan sumber daya udara. Pemerintahan daerah memiliki tanggung jawab yaitu untuk menyediakan fasilitas pengelolaan sampah yang memadai sehingga masyarakat tidak lagi membuang sampah ke sungai, mengawasi pengelolaan limbah cair industri sehingga tidak memicu pertumbuhan eceng gondok yng tidak terkendali. Pasal 19 menekankan pentingnya penetapan baku mutu lingkungan termasuk baku mutu air sungai untuk mencegah pencemaran yang lebih parah. Pelanggaran terhadap baku mutu dapat dikenakan sanksi sesuai dengan pasak 98 hingga pasalm103.
Peran eceng gondok termasuk solusi atau beban?
Meski dianggap sebagai gulma, eceng gondok juga memiliki potensi sebagai solusi. Eceng gondok bisa di gunakan dan dimanfaatkan sebagai biogas, pupuk organic, hingga bahan baku kerajian. Namun, pengelolaannya membutuhkan pendekatan yang terintegritas dan berkelanjutan. Ironisnya, meskipun eceng gondok ada manfaatnya akan tetapi keberadaanya yang tidak terkendali tetap menjadi ancaman bagi Kesehatan ekosistem sungai.
Dalam praktiknya manfaat eceng gondok sering kali tertutupi oleh dampak negatifnya yang lebih besar, tanpa adanya upaya untuk mengendalikan pertumbuhannya, eceng gondok tetap menjadi ancaman bagi ekosistem sungai. Karena salah satu wujud dari ironi hijau sesuatu yang terlihat hijau dan alami tetapi justru memperparah kerusakan lingkungan.