Di tengah-tengah masih dominannya Jokowi di jagat survei Pilpres 2019, saya pikir sudah waktunya kalangan oposisi membangun koalisi kejujuran. Ya, kalau targetnya ganti presiden 2019, semua kekuatan opisisi mesti jujur mengakui paslon mana yang paling mungkin menang. Paslon itulah yang mesti didukung bersama-sama. Bukan manuver ke sana-sini.
Sepengamatan saya, saya sudah berkumpul di empat parpol, yaitu Gerindra, PKS, PAN dan belakangan Partai Demokrat. Untuk capres, saya pikir cuma Prabowo Subianto yang cukup tangguh buat melawan Jokowi. Nama-nama yang lain masih nanggung. Tapi terus, siapa yang jadi cawapresnya?
PKS, PAN dan Partai Demokrat punya kandidat masing-masing. Ada Ahmad Heryawan (Aher/PKS), Zulfikifli Hasan (Zulhas/PAN) dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY/Demokrat). Kalau setiap parpol ngotot, ya makin susah.
Karena itu butuh metode buat menyeleksi. Dan saya pikir, metode itu adalah menimbang mana kandidat yang paling banyak memberi sumbangan elektoral. Setiap parpol mesti jujur dalam hal ini.
Sosok Aher itu bagus. Dia Gubernur Jawa Barat dua periode. Tapi ya, nama Aher enggak gaung secara nasional. Aher Cuma kesohor di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Belum lagi, Aher kan orang Sunda. Bukannya bermaksud rasis, tapi preferensi pemilih Indonesia yang mayoritas Jawa itu belumlah pudar.
Karena itulah, kita paham popularitas dan elektabilitas Aher masih terbatas. Menawarkan Aher buat  mendampingi Prabowo, saya pikir enggak signifikan mengungkit suara.
Bagaimana dengan Zulhas? Secara ketokohan, Zulhas bagus. Tapi, ya PAN agaknya juga realistis. Elektabilitas Zulhas masih dibawah Aher, apalagi AHY. Makanya, PAN jadi terkesan plin-plan. Satu waktu memajukan Zulhas, lain hari menyebut Amien Rais atau Hatta Radjasa.
Bagaimana dengan AHY? Saya pikir ini pilihan yang paling jujur, rasional dan tepat jika ingin ganti presiden 2019. Meski Prabowo dan AHY sama-sama militer, tapi AHY lebih menonjol dari sisi tokoh muda yang punya kemampuan memimpin bangsa.
Gaya AHY yang cool, dipastikan bisa jadi magnet bagi para pemilih pemula yang jumlahnya mencapai 14 juta orang itu. AHY juga sangat mungkin diandalkan buat merebut suara generasi milenial yang cenderung menyukai figur muda yang relatif segenerasi dengan mereka. Â Di Indonesia, proporsi generasi millenial sekitar 34,45 persen, atau 80-85 juta orang, lebih dari sepertiga jumlah penduduk negeri ini.
Dari segi etnis dan agama, Jawa dan Islam, AHY sesuai dengan preperensi mayoritas penduduk Indonesia. Dan satu lagi yang juga penting. Ada Susilo Bambang Yudhoyono di belakang AHY.
Kekuatan politik SBY masih amat berpengaruh hingga hari ini. Bahkan konon, seandainya pada Pilpres 2014, SBY enggak ambil sikap netral dalam kapasitasnya sebagai kepala negara, belum tentu Jokowi-JK yang memimpin Indonesia hari ini.