Bokap, Gokil, Sendokir, Sepokat, Jokul, (maaf) boker, bok*p.
Kalian mungkin gak asing sama istilah di atas, atau malah menerapkan istilah tersebut dalam keseharian hidup kalian? Minimal, kalian pasti pernah denger orang lain ucapin salah satu istilah di atas. Â Tapi kalian tau gak sebenarnya istilah tersebut tuh bermula dari mana sih?
Seperti judul artikel ini. Istilah tersebut merupakan sebagian dari bahasa Prokem. Terus maksud bahasa Prokem itu apa?
Bahasa Prokem muncul sekitar tahun 70-80an, yang dikenal sebagai bahasanya para preman, anak jalanan, atau baj*ngan yang kemudian diserap menjadi 'bahasa gaul'nya anak muda di jaman itu.Â
Bahasa Prokem identik dengan sisipan OK dalam setiap kata, yang kemudian mengalami proses Apokop atau penghilangan satu atau lebih fonem pada akhir kata.
Istilah Prokem sendiri berasal dari kosakata 'Preman' yang diberikan sisipan OK menjadi 'Pr-ok-eman' dan kemudian dihilangkan sejumlah kata hinga jadilah istilah 'Prokem'.
Kalau kembali ke istilah di atas seperti 'Bokap', 'Gokil', 'Sepokat' apakah kalian sudah mulai paham bagaimana istilah tersebut terbentuk?
Yup. 'Bokap' kerap digunakan oleh anak-anak muda, bahkan hingga saat ini, sebagai pengganti dari Bapak. Kata Bapak tersebut diberi sisipan OK menjadi 'B-ok-apak' dan dihilangkan sejumlah kata menjadi 'Bokap'. Begitu juga dengan 'Gokil' yang berasal dari kata Gila yang menjadi 'G-ok-ila' dan diApokop menjadi 'Gokil'. Sementara Sepokat yang berarti Sepatu dengan proses yang sama.Â
Tidak hanya dari kosakata bahasa Indonesia yang baku. Istilah Prokem terkadang juga  berasal dari variasi bahasa yang digunakan dalam berbagai budaya maupun komunitas yang berkembang dari bahasa sehari-hari. Misalnya saja (maaf) 'Boker' yang diserap dari kata Berak atau buang air besar. Lalu 'Bok*p' yang berasal dari kata Be'ef(P)/BF atau Blue Film yang merujuk pada istilah film dewasa.
Sebenarnya masih banyak lagi istilah-istiah yang berkembang dari bahasa Prokem hingga sekarang.Â
Walaupun bahasa Prokem bisa dikatakan sebagai bahasa gaulnya anak jaman dulu, tetapi terbukti masih banyak Milenial hingga Gen Z yang kerap menggunakannya. Meskipun, tidak 100% mereka yang menggunakannya memahami asal-usulnya.