Pada jaman sekarang sudah tidak asing jika mendengar masalah tentang kesehatan mental, penyakit mental banyak terjadi pada anak usia 20-an hal ini dikarenakan tidak prodiktif dalam hal ekonomi. Dalam penanganan kesehatan mental masih minimnya penanganan sehingga mengakibatkan anak muda kesulitan mencari pekerjaan dan lebih banyak yang menganggur.
Dikutip Liputan6.com, Jakarta - Saat ini, lebih banyak anak muda berusia 20-an yang tidak dapat bekerja karena mengalami penyakit mental. Dikutip dari BBC, Minggu (2/6/2024), sebuah laporan menemukan bahwa anak muda usia 20-an lebih cenderung tidak bekerja karena kondisi kesehatan yang buruk dibandingkan mereka yang berusia awal 40-an.
Jika ditinjau terdapat 5% anak muda usia 20 tahun di Indonesia dinilai tidak produktif secara ekonomi dikarenakan masalah kesehatan mental yang kian memburuk dari tahun 2023. Berdasarkan laporan tentang kesehatan mental hal ini dinilai paling buruk dari umur-umur yang sebelumnya. Pada tahun 2021/2022 terdapat 34% anak muda melaporkan mengalami gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan bipolar.
Louise Murphy, ekonom senior di Resolution Foundation mengatakan perhatian lebih sering tertuju pada kesehatan mental di pendidikan tinggi. Namun, Murphy mengingatkan yang paling mengkhawatirkan adalah ketika kesehatan mental yang buruk disertai dengan hasil pendidikan yang buruk pula.
Konsekuensi ekonomi dari kesehatan mental yang buruk adalah yang paling parah bagi kaum muda yang tidak melanjutkan ke universitas, dan satu dari tiga pemuda non-lulusan yang menderita penyakit mental umum saat ini tidak memiliki pekerjaan," katanya.
Gen Z berdasarkan penelitian ditemukan 79% yang tidak bekerja karena tingkat kesehatan mental yang buruk dan rendahnya kualifikasi SMA.
Menurut data dari Indonesia Gen Z Report 2024, kesehatan mental menjadi salah satu dari tiga isu yang menjadi perhatian Gen-Z dan milenial Indonesia, selain kesetaraan sosial dan ekonomi serta hak asasi manusia dan keadilan sosial. Namun, stigma negatif seputar kesehatan mental dan akses pelayanan menjadi penghambat atau penghalang utama pemulihan mental.
Dari Indonesia sendiri menangani hal ini dengan dibantu oleh peran konseling, ditemukan fakta bahwa sejak 2022, tercatat adanya kenaikan partisipasi ses konseling di Indonesia sebanyak lebih dari dua kali lipat di tahun 2023. Sesi konseling didominasi oleh Gen-Z berusia antara 19--27 tahun, di mana 86 persennya adalah perempuan.
Pada saat sesi proses konseling berjalan pada pukul 18.00-20.00 WIB, selama proses tersebut terdapat 73% peserta yang mengalami gangguan kecemasan, depresi, serta bipolar dengan ciri-ciri seperti cemas, gugup, mood swing, sulit berkonsentrasi, sering melamun, sering menangis, stress, kesulitan tidur, dan merasa cepat lelah.
Ahli konseling dalam hal ini dibantu oleh Maybelline Brave Together yang mana memberikan akses 40 ribu sesi konseling secara gratis dengan tujuan memerangi isu depresi dan kecemasan di Indonesia. Kampanye ini diluncurkan pada tahun 2022 dengan menggandeng KALM sebagai lembaga konseling kejiwaan resmi.
Inisiatif Maybelline Brave Together pertama kali diluncurkan tahun 2020 dan diperkenalkan di Indonesia pada tahun 2022 untuk mendukung generasi muda Indonesia menghadapi isu kecemasan dan depresi. Sejak saat itu, Maybelline secara konsisten memberikan akses konseling gratis dan edukasi untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya merawat kesehatan mental, terutama kecemasan dan depresi," ungkap Carla Mangindaan, Brand General Manager Maybelline Indonesia dalam rilis yang diterima Liputan6.com.
Co-Founder KALM, Karina Negara secara eksklusif merangkul semua orang yang mengalami gangguan mental untuk membuka akses secara finansial dan geografis. "Peserta konseling Brave Together tidak hanya dari pulau Jawa saja, tetapi ada dari pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi hingga Maluku," jelasnya
Maybelline New York memberikan pelatihan bertajuk "Brave Talk" dengan tujuan membantu setiap orang menjadi pendengar yang baik kepada 1.500 orang lebih. Dalam tingkat global, Maybelline New York "Brave Together sudah membantu 1,65 juta orang untuk mendapatkan konsultasi gratis dengan 34 negara dan 45 Lembaga Swadaya Masyarakat lokal yang tersedia.