Guru adalah profesi mulia sebagai ladang penuh jariyah. Tugasnya memanusiakan manusia, mencerdaskan kehidupan bangsa yang menjamin keberlangsungan hajat hidup orang banyak.
Setiap hari bertugas mendidik dari datang pagi hingga pulang petang, dari bodoh hingga menjadi pintar. Namun dedikasi mereka selalu terabaikan bahkan di pandang sebelah mata.
Melihat kedalam akan kekurangan, merasakan manisnya raut wajah dari pahitnya hidup rasanya memang tidak sebanding. Keberadaannya hanya di hitung saja.
Memastikan peningkatan derajat muridnya, tapi tidak ada kepastian untuk dirinya. Dapur selalu dihujani janji bergaun manis, menyaksikan kompor yang apinya tak mau memanas.
Hari ini semua bicara merdeka belajar sampai hilangnya Ujian Nasional, seolah lupa akan luka dan duka guru. Mengedepankan merdeka belajarnya, mengesampingkan merdeka gurunya.
Ketidakpastian menjadi pupuk cinta karena sejatinya bahagia itu hidup berguna untuk orang lain dan sedih itu hidup tak punya hati, tak punya telinga.
Semoga Guru Honorer tidak "Dihitung-hitung aja".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H