Kereta api Taksaka berangkat tepat pukul 08.50 WIB dari stasiun Gambir Jakarta Pusat pada hari Senin pagi tanggal 21 Desember 2015 yang kini mendung. Edwin dan Elsa mendapat tempat duduk di gerbong eksekutif utama. Elsa seperti biasa duduk di dekat jendela, Edwin di sampingnya. Penumpang penuh di gerbong utama tersebut dan tak ada satupun kursi yang lowong. Baik Elsa maupun Edwin telah menaruh travel bag mereka di atas, hanya cemilan dan minuman yang mereka taruh di tatakan kecil yang tersedia di dekat jendela.
Elsa mengenakan blus oranye berlengan pendek serta celana jins biru dan sandal hitam, sementara Edwin memakai kaos berkerah warna putih bergambar foto Harry Kane serta celana jins hitam dan sepatu kets biru tanpa kaos kaki. AC yang dingin serta bau jasmine yang wangi membuat Edwin terkantuk-kantuk. Elsa sebentar-sebentar memandang keluar jendela, sebentar-sebentar menatap layar televisi yang kini memutar film Pacific Rim. Tempat duduk Edwin dan Elsa yang berada di sisi kiri kereta cuma berjarak lima kursi saja dari layar televisi. Meskipun gambarnya begitu terang dan jernih, suara yang keluar tak begitu kentara atau tak terlalu keras karena teredam bunyi roda kereta. Elsa tersenyum melirik Edwin yang kini tertidur pulas. Sepupunya itu memang jagonya tidur selain ilustrator handal tentunya.
Pukul 11.30 WIB, dua pramusaji kereta berdatangan, keduanya gadis cantik memakai hijab dan seragam khas PT KAI. Keduanya menawarkan berbagai menu untuk makan siang. Elsa memberi kode pada mereka untuk mendekat dan memesan nasi goreng tanpa minuman karena Elsa dan Edwin sudah membawa minuman sendiri dan camilan. Edwin terbangun dan gelagapan melihat kedua pramusaji cantik berdiri di hadapannya. "Selamat siang, Pak Edwin? Mau pesan makan siang?"
Edwin menoleh pada Elsa yang tersenyum riang. "Kamu kondang, Edwin. Mbaknya saja sampai tahu siapa kamu. Ayo pesan apa?"
"Nasi Goreng ada?" Edwin mengelap iler di sisi kanan mulutnya, sementara kedua pramusaji hanya tersenyum-senyum, lalu mengangguk-angguk. "Pesanan segera datang, Pak Edwin, Bu Elsa."
Kini Elsa yang tertegun. "Kok tahu nama saya, Mbak?"
"Bu Elsa dulu kan model glamor. Tunggu ya, Bu."
Elsa mengangguk, lalu memperhatikan kedua pramusaji itu berlalu. "Ternyata kita berdua sama-sama kondang, Edwin."
Edwin mengusap dagunya yang juga terkena iler, lalu mengambil Hydro Coco 500 mili yang dia taruh di dalam plastik kursi depannya. Dia buka penutupnya, lalu minum beberapa teguk. Edwin menatap ke depan, melihat adegan Mako Mori berpelukan dengan Raleigh Beckett di depannya. "Sialan aku ketinggalan. Kenapa tak kau bangunkan aku tadi, Elsa? Itu film favoritku. Sudah adegan ending itu."
Elsa hanya tertawa ringan. "Salah sendiri mengantuk."
"Kenapa kau tidak mengantuk?"