Mohon tunggu...
Septian DR
Septian DR Mohon Tunggu... Translator dan Wiraswasta -

TRANSLATOR & KOMIKUS

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Gadis Panggilan Presiden bagian 3

10 April 2015   10:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:18 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Eh, Bapak Presiden … Mas, boleh saya berpikir dulu?”

“Kau boleh berpikir sampai pergantian tahun. Jangan lama-lama maksudku.” kata Presiden sambil tersenyum gembira.

Wina diam selama beberapa detik sambil menundukkan kepala seraya berpikir, lalu mendongak kembali dan menjawab tegas. “Maaf, Mas. Saya tak bisa.”

Senyum di wajah Presiden seketika itu juga lenyap. “Apanya?”

“Saya tak bisa … menerima tawaran Mas Presiden. Terlalu berat untuk saya.”

Presiden sontak berdiri dengan kedua tangan berkacak pinggang. Wajahnya geram menahan amarah. “Tak mau kau kuangkat derajatnya? Dengar, Win. Aku bukan Bill Clinton dan kau … jelas-jelas bukan Monica Lewinsky. Kau mau kujadikan istri bukan selingkuhan! Mengerti tidak kau?”

Wina mengangguk, lalu menunduk, tak berani menatap Presiden yang kini mengacungkan telunjuknya langsung. “Kau benar-benar tak mau? Mau jadi sundal selamanya heh?”

“Saya gadis panggilan, Mas. Bukan sundal.”

“Apa bedanya heh?” Presiden menggebrak meja. “Baik. Karena kau tolak tawaranku, maka angkat kaki kau dari sini, Win!”

Wina segera berdiri dan melangkah cepat menuju pintu keluar, memalingkan muka sepenuhnya dari tatapan Presiden.

Pintu terbuka dan seorang sekuriti mengacungkan pistol ke dada Wina sambil melirik Presiden seolah meminta kode persetujuan. Presiden menggelengkan kepala, lalu sang sekuriti menyimpan pistol di saku pinggangnya.

“Biarkan Wina pergi.”

Begitu Wina berjalan cepat menjauh dengan menahan tangis, sang sekuriti masuk ke dalam dan cepat menutup pintu. Presiden memintanya mendekat, lalu membisikkan sesuatu ke telinga sang sekuriti yang tampak kebingungan, lalu mengangguk mantap. “Segera laksanakan, Pak.”

“Ingat, ini hanya antara kita berdua yang tahu. Kalau tugasmu ini gagal, aku dan Negara akan menyangkal kehadiranmu maupun identitasmu dan juga segala hal yang berkaitan denganmu dan hidupmu. Jelas? Bunuh Wina sekarang juga, kalau bisa jangan sampai di luar area Ring 1.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun