Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pungutan yang dikenakan dalam setiap proses produksi maupun distribusi. Itulah alasannya kita sering menemukan PPN dalam transaksi sehari-hari. Sebab, dalam PPN, pihak yang menanggung beban pajak adalah konsumen akhir/pembeli.
Rencana dikenakannya tarif PPN untuk sembako tertuang dalam draf Rancangan Undang- Undang (RUU) Perubahan Kelima Atas Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 1983 tetang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Pemerintah akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk barang kebutuhan pokok atau sembako. Akan tetapi pemerintah menegaskan barang kebutuhan pokok atau sembako murah tidak akan dipungut pajak yang menuai banyak kritikan dari berbagai pihak.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017, sembako yang tidak dikenakan PPN yakni meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, dan telur. Lalu susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula.
Pemerintah tidak akan kenakan pajak bagi sembako yang dijual di pasar tradisional dan menjadi kebutuhan masyarakat umum. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah tidak asal pungut pajak kepada masyarakat.
Sembako yang akan dikenakan pajak, adalah produk yang tidak dikonsumsi oleh masyarakat banyak. Hanya dikonsumsi oleh segelintir orang mampu karena impor dan harganya mahal.
Adapun sembako yang akan dikenakan pajak adalah sembako premium yang biasanya dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas. Misalnya beras yang diproduksi petani dalam negeri seperti Pandan wangi yang merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional maka tidak dikenakan PPN.
Akan tetapi untuk beras premium impor seperti beras shirakati yang harganya bisa mencapai 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, maka seharusnya dikenakan PPN. Daging biasa yang dijual dipasar tradisional juga tidak dikenakan PPN, berbeda dengan daging premium seperti wagyu yang mencapai Rp 2 juta/kg maka akan dikenakan PPN.
Adapun dampak PPN sembako ialah harga jual barang kebutuhan pokok naik, kenaikan harga bahan pokok mendorong inflasi, inflasi tinggi membuat harga barang lain naik, harga barang naik akan menekan daya beli masyarakat sehingga masyarakat mengurangi belanja, menyebabkan konsumsi rumah tangga melemah dan kemiskinan meningkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H