“Aku wae sing Iqamah” ujar seorang anak berusia sekitar 5 tahun.
“Lho aku wae yo gelem pisan” timpal anak seumuran di sebelahnya.
“Aku pengen jadi Bilal, wes aku wae” jawab si anak tadi.
Itulah sedikit gambaran perbincangan dua bocah cilik di sebuah Masjid kecil di kota Surakarta, yang berebut untuk melakukan Iqamah, sebuah seruan pemberitahuan bahwa sholat akan dimulai. Bulan Ramadhan tahun ini saya singgah beberapa waktu di kota Surakarta sehingga jadi sering “numpang” sholat di masjid ini. Bocah-bocah yang sering terlihat itu bukanlah anak-anak yang “spesial”, mereka bukan anak pesantren, bukan juga putra kyai.. ya mereka anak biasa, anak perumahan yang sebelum Iqamah berlarian kesana-kemari tertawa bersama teman sebayanya. Anak-anak urban seperti kebanyakan di sekitar kita saat ini. Tapi yang istimewa adalah celetukan yang sering terdengar, mereka ingin menjadi seperti Bilal.
Bilal bin Rabah, adalah seorang muazin (penyeru adzan dan iqamah) di zaman Rasulullah SAW. Dia berasal dari Afrika dan menjadi budak di kota Mekkah, dengan izin Allah SWT, Bilal menjadi salah satu dari orang-orang yang pertama-tama masuk Islam. Saat keislamannya diketahui oleh majikannya, Bilal disiksa habis-habisan hingga ditelentangkan di atas panasnya padang pasir dan ditindih batu yang sangat besar. Meski panas mendera seperti membakar kulit, Bilal tidak bergeming dan terus mengingat Allah SWT. Mengetahui sahabatnya yang terus disiksa, Abu Bakar As Shiddiq mendatangi majikan Bilal dan menyatakan menebus Bilal. Setelah terbebas, Bilal bergabung dengan umat Islam dan selalu mendampingi Rasulullah SAW.
Hingga tiba peristiwa hijrah dari Makkah, Bilal ikut serta bersama umat Islam ke Madinah. Saat Rasulullah SAW dan sahabat selesai membangun Masjid Nabawi, Bilal ditunjuk untuk mengumandangkan adzan karena suaranya yang merdu dan indah. Pada saat penaklukan Makkah (Fathu Makkah) juga Bilal yang mengumandangkan adzan di Ka’bah, dan seterusnya Bilal terus bersama Rasulullah SAW. Namun pada saat Nabi Muhammad SAW wafat di tahun 11 Hijriyah, Bilal sangat sedih hingga selalu menangis tersedu-sedu saat mengumandangkan adzan karena teringat Nabi yang sangat dicintainya. Hingga akhirnya Bilal tidak sanggup terus bersedih dan meminta kepada Abu Bakar agar dia dapat berpindah dari Madinah ke negeri Syam untuk berjihad di jalan Allah SWT. Abu Bakar pun menyetujuinya dan setelah itu Bilal pergi ke Syam hingga akhir hayatnya.
Itulah kisah Bilal bin Rabah, salah satu sahabat Rasulullah SAW sekaligus muazin pertama umat Islam. Saya tidak terpikir akan mendengar namanya disebut oleh anak-anak kecil di Masjid, yang seketika membuat kita teringat akan kisahnya. Bocah-bocah cilik itu mungkin belum terlalu mengerti betapa hebatnya seorang Bilal tapi mereka dengan riang menyebut nama Bilal dihiasi senyuman polos yang menyejukkan. Terima kasih adik-adik kecilku, dengan cara yang sederhana kalian telah mengingatkan kami tentang kisah seorang sahabat baik dan pendamping setia Rasulullah SAW.
---
Septian Ananggadipa
Surakarta, 13 Juni 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H