Nama Habiburrahman el Shirazy tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita, kreator Ayat-Ayat Cinta ini selalu bisa menghadirkan karya sastra islami dengan cerita yang sangat memukau. Saat berkelana di hutan buku, saya tak sengaja melihat salah satu karya beliau, yaitu Api Tauhid. Jujur yang membuat saya pertama kali tertarik adalah cover nya, hehe ada Masjid Aya Sofia, Turki terlukis megah disana, hehe. Negeri Turki memang selalu memesona dengan sejarah islam nya yang luar biasa dan keindahan alam beserta arsitekturnya. Setelah saya intip-intip lagi, ternyata novel ini juga akan menapak tilas tentang Baiduzzaman Said Nursi, seorang ulama yang sangat melegenda di negeri bulan sabit tersebut. Nah ayo kita selami lebih dalam sebuah karya sejarah dan cinta penuh makna dengan keunikan kisah travelling di negeri Turki.
Novel ini punya alur cerita yang sangat unik, menceritakan tentang seorang pemuda asal Indonesia bernama Fahmi yang sedang menjalani studi di Madinah. Saat berada di kota Nabi inilah Fahmi mengalami guncangan jiwa yang sangat pelik karena masalah keluarga dan istrinya di Indonesia. Tidak tega melihat kondisi Fahmi, sahabatnya yang bernama Hamza mengajak Fahmi untuk menenangkan diri sekaligus menyibukkan diri di tengah lautan ilmu-Nya, dengan berkunjung ke negeri asal Hamza yaitu Turki. Di negeri dua benua itu, Fahmi beserta kawan-kawannya akan menapak tilas sejarah besar Islam serta perjalanan hidup ulama legendaris bernama Baiduzzaman Said Nursi, gelar Baiduzzaman sendiri memiliki makna “Keajaiban Zaman”. Novel ini memang bukan novel biasa karena menghantarkan cerita travelling Fahmi dan kawan-kawan di Turki, kisah cinta manusia, dan bernafaskan sejarah hidup sang ulama besar.
“Diantara yang paling penting yang telah aku pelajari dari kehidupan sosial manusia adalah bahwa yang paling layak untuk di cintai adalah cinta itu sendiri, dan yang paling layak dimusuhi adalah permusuhan itu sendiri.” (Baiduzzaman Said Nursi).
Baiduzzaman Said Nursi, ulama legendaris yang lahir di Desa Nurs, Anatolia, Turki, pada tahun 1877, memiliki anugerah ilmu Islam dan ilmu alam yang sangat luar biasa. Terlahir dari keluarga sederhana, Said Nursi kecil telah berkelana untuk belajar dari satu madrasah ke madrasah lain. Kemampuannya menghafal, berdiskusi dan keberaniannya untuk membela hak yang benar membuat banyak guru dan rekannya kagum. Pada usianya yang ke-15 tahun, ia sudah menguasai 80 kitab dan berbagai ilmu. Tak hanya itu, Said Nursi hanya membutuhkan waktu 2 hari untuk menghafal dan memahami makna Al Qur’an. Dengan kemampuannya itu, Said Nursi mampu membuat kagum banyak ulama dan tokoh negara saat itu. Sungguh mengagumkan, hingga gurunya, Syaikh Muhammad Emin Efendi memberinya gelar Baiduzzaman atau “Keajaiban Zaman”.
“Siapa yang mengenal dan mentaati Allah, maka ia akan bahagia walaupun berada di dalam penjara yang gelap gulita. Dan siapa yang lalai dan meupakan Allah, ia akan sengsara walaupun berada di istana yang megah mempesona.” (Baiduzzaman Said Nursi).
Sosok Baiduzzaman Said Nursi hidup di era peralihan dimana Kekhalifahan Turki Utsmaniyah menghadapi ujian besar yaitu begitu kerasnya pengaruh Eropa menyusup di tengah kehidupan rakyat, baik dalam hal pendidikan, perdagangan, militer hingga pemerintahan. Novel ini mampu menceritakan detik-detik ujian berat umat islam kala itu, dimana imperium Khilafah Turki Utsmaniyah yang telah menaungi 1/3 dunia selama lebih dari 600 tahun harus pelan-pelan runtuh. Perjuangan Said Nursi untuk mengingatkan pemerintahan yang saat itu bagai dirasuki roh ketamakan Eropa, hingga harus berkali-kali dipenjara sangat mengharukan dan sarat akan pelajaran hidup.
“Apa pendapatmu tentang kebebasan yang ada di negeri Turki Utsmani dan peradaban Eropa?” tanya Syaikh Muhammad Bakhit Al Muthi’i, seorang ulama besar Al Azhar dan mufti negeri Mesir.
“Negara Turki Utsmani saat ini sedang mengandung janin Eropa dan suatu saat nanti akan melahirkan pemerintahan cara Eropa. Sedangkan Eropa sedang mengandung janin Islam, dan suatu saat nanti akan melahirkannya.” jawab Baiduzzaman Said Nursi.