Dinamika politik dan ekonomi negara kita akhir-akhir ini menampilkan beberapa momen unik.
Beberapa waktu lalu, klaim pemerintah tentang big data sebagai basis wacana penundaan Pemilu membuat heboh jagat maya.
Meskipun pada akhirnya yah... big data itu tak pernah dibuka.
Lalu seperti kita sama-sama tahu, ada juga fenomena minyak goreng yang bisa-bisanya jadi barang langka atau rare items.
Padahal dari data Kementerian Pertanian tahun 2020, Indonesia ini negara eksportir Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia lho. By the way, CPO itu bahan baku utama minyak goreng sawit yang ada di pasaran domestik kita saat ini.
Lho, jadi apa hubungannya big data dengan minyak goreng?
Mungkin tidak ada korelasi langsung antara big data sebelumnya dengan kelangkaan minyak goreng, karena heboh big data itu dilontarkan lebih kepada konteks politik.
Namun ini juga menjadi ironi melihat bahwa beberapa elit lebih sibuk dengan retorika data politik praktis, sedangkan mengurus ketersediaan dan harga minyak goreng saja yah... masih gini-gini aja.
Di tengah hiruk pikuk minyak goreng, pemerintah berencana merombak kebijakan minyak goreng sawit dari berbasis perdagangan ke perindustrian.
Beberapa hari lalu, bahkan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang berujar bahwa akan berusaha melakukan normalisasi harga dengan memanfaatkan teknologi informasi. Lho ada apa ini? hehe.