Mendung tanpo udan (mendung tanpa hujan)
Ketemu lan kelangan (bertemu dan kehilangan)
Kabeh kuwi sing diarani perjalanan (semua itu yang disebut perjalanan)
Penggalan lirik tembang berbahasa jawa tersebut akhir-akhir ini mendadak sering terdengar di telinga kita.
Lagu berjudul "Mendung Tanpo Udan" ini mendadak populer di tengah kaum urban, bahkan oleh orang-orang yang tidak mengerti bahasa jawa sekalipun.
Tembang jawa yang dinyanyikan oleh Ndarboy Genk ini mampu menembus top chart tidak hanya di Indonesia, tapi juga melesat hingga negara-negara tetangga seperti Brunei dan Hongkong.
Fenomena populernya tembang jawa di tengah kaum urban modern ini menjadi menarik dari sisi perspektif humaniora dan budaya.
Hampir sama seperti lagu-lagu pop jawa populer sebelumnya yang identik dengan Didi Kempot, tembang Mendung Tanpo Udan juga mengangkat tema hubungan antar manusia dan kesederhanaan hidup.
Dua sisi inilah yang ketika dibalut dengan bahasa jawa, membuat pendengar merasa "dekat" dengan keseharian. Menjadi sebuah dialektika di tengah kehidupan kaum urban, antara kerlap kerlip modernitas dan heningnya kesederhanaan.
Kerinduan Budaya
Bagi orang Indonesia, bahasa daerah sudah seperti aliran darah yang menjadi identitas kultural, meskipun dia merantau sejauh apapun. Dalam hal ini misalnya keturunan jawa, secara alamiah akan selalu merasa dekat dengan bahasa jawa termasuk lagu-lagunya.
Seperti saat seorang perantau asal jawa yang bertemu orang jawa lainnya di kota rantau, langsung ada rasa senang dan kedekatan emosional meski baru saling mengenal.