Berawal dari masalah kesehatan, dampak COVID-19 dengan sekejap menerjang seluruh sektor, mulai dari sosial hingga ekonomi. Tidak seperti krisis ekonomi yang "hanya" menghantam satu-dua negara, atau satu-dua benua, virus ini mengguncang ekonomi hampir seluruh dunia.
Resesi global sepertinya tidak terelakkan.
IMF telah memperkirakan laju ekonomi dunia di tahun 2020 ini akan negatif. Proyeksi itu cukup jauh dari estimasi awal sebesar 3,1%. Goldman Sachs dan Morgan Stanley juga memperkirakan pelemahan ekonomi yang signifikan, meskipun tidak negatif namun diperkirakan laju pertumbuhan ekonomi tahun ini diprediksi hanya 0 s.d. 1 %.
Jika dunia saja bersiap menghadapi resesi, kita harus bagaimana?
Respons Pemerintah
Pemerintah tidak menutup mata dengan adanya ancaman resesi. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyampaikan bahwa telah memprediksi penurunan angka pertumbuhan ekonomi nasional. Dari paling moderat di kisaran 4 persen, sampai terburuk di angka - 0,4% persen.
Berbagai langkah dilakukan. Satu hal yang menjadi familiar bagi kita akhir-akhir ini adalah stimulus fiskal dan moneter. Mulai dari memangkas suku bunga acuan, relaksasi pajak, hingga relaksasi berbagai kebijakan keuangan.
Kenapa pemerintah harus responsif dalam memberikan stimulus?
Dampak nyata pandemi tentu tidak hanya menyerang makroprudensial, namun juga ekonomi riil. Terbatasnya aktivitas ekonomi masyarakat membuat produksi terhambat, distribusi melambat, dan konsumsi terjun bebas.
Efeknya tentu bisa ke berbagai arah, kelangkaan dan kenaikan harga barang, kemiskinan dan unemployment meningkat, hingga amblesnya indeks saham dan nilai tukar rupiah.
Respons pemerintah di bidang ekonomi salah satunya mempersiapkan anggaran penanganan Rp405 triliun dan menerbitkan Perpu No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan COVID-19.
Kebijakan utama yang diterbitkan antara lain relaksasi defisit APBN, realokasi anggaran, relaksasi perpajakan, dan kewenangan khusus Komite Stabilitas Sistem Keuangan (Kemenkeu, BI, LPS, dan OJK) dalam hal penanganan masalah stabilitas ekonomi nasional.
Kita tentu berharap pemerintah tidak berpuas diri, namun tetap proaktif mengevaluasi kebijakan-kebijakannya, terutama di bidang kesehatan, namun mau tidak mau ekonomi juga harus mendapat perhatian.