Mohon tunggu...
SEPTIARUHTA
SEPTIARUHTA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menggenggam Bara Api

Anak Sasian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jaim Tak Jaiz

11 Maret 2021   12:07 Diperbarui: 11 Maret 2021   12:18 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sudut itu kau tundukan dirimu dalam keterpurukan, sebab satu keburukan yang mereka bisikan, tanpa kau sadar bahwa kebaikan yang tertampakan, sebab aib yang Allah tutupkan.

Teruntuk mulut dan telinga di kancah pergaulan remaja Indonesia, sudah tak menjadi hal ghorib untuk kuungkap kata jaim alias jaga image. Perilaku untuk menyembunyikan sikap yang sebenarnya di hadapan orang lain ini, dianggap dibutuhkan dalam bentala pergaulan, apalagi jika ditujukan untuk mencari perhatian atau ketertarikan.

Sebuah naluri; baik untuk dicintai dan buruk untuk dibenci.

Aku adalah Psikologi, kepadamu kutuliskan saat mataku melihat jaim dari dua sisi. Aku memandangnya memiliki sebuah kemungkinan untuk menjadikanmu lakon dalam teks scenario perjalananya. Namun bisik hatiku mengalir ke roda pikirku dan harus aku katakan mungkin peran itu bukanlah hal baka, bagaikan kayu lapuk menyangga rumah yang berkaca.

Kata orang, "Bangkai yang tersimpan akan tercium baunya."

Aku adalah Islam, diriku tak mengenal istilah itu dan telah kuciptakan untukmu jaiz. Tentangnya  yang kau ketahui dariku, dia adalah salah satu hukum Islam selain wajib, haram, makruh, dan lainya.

Tak semua hal yang kau ketahui juga kau kenali.

Dia adalah jaiz yang berbeda, dia adalah jaiz yang hanya hitungan kepala memahaminya. Jaiz atau jaga izzah, dia adalah sikap dimana seseorang menjaga kehormatan dan kesucian dirinya sebagai seorang muslim di hadapan Khaliq-Nya, dan di hadapan saudaranya, serta saat ia dalam kegelapan, tanpa mata yang melihat semut yang berjalan.

Bukan kemuliaan biasa.

Memandangmu dengan penuh kebaikan yang membias di matanya, memujamu dengan puisi sastra yang terukir oleh mulutnya, hanya sebatas itukah? Iya, jika kataku adalah jaim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun