DUA
Hotel Micronium dengan warna khasnya yaitu oranye dan biru, malam itu tampak gagah menjulang ke langit. Hujan rintik-rintik turun saat aku yang memakai kaos lengan panjang warna merah marun polos dan celana jins hitam, serta istriku dengan kaos hitam lengan pendek bergambar logo grup musik The Rolling Stones warna merah dan celana jins biru berjalan di jembatan penyeberangan yang sepi.Â
Sesampainya di depan pintu masuk hotel tepat pukul sembilan kurang seperempat, kami sudah mencuci tangan dengan sabun, melakukan pengecekan suhu, serta dengan aplikasi heboh warna biru memastikan diri kami berstatus ijo royo-royo, lanjut memasuki hotel dengan hawa dinginnya yang maksimal.Â
Tentu saja kami berdua memakai masker skrineer ganda, masker sekali pakai langsung buang, dan ini sungguh berbeda dengan masker kain yang setelah pemakaian bisa kami cuci, lalu kami pakai lagi. Pandemi ini memang semprul. Catat itu.
"Ada yang bisa kami bantu, Bapak?" tanya resepsionis yang masih muda dan sangat tampan, mirip sekali dengan Alain Delon. Aku bilang mirip dengan Alain Delon karena sang resepsionis ini memang tidak memakai masker, sungguh luar biasa di tengah pandemi begini.Â
Aku yakin itu pasti karena level 2 di Jakarta ini. Level 2 apa saudara-saudariku sekalian yang terhormat? Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat alias PPKM. Jangan tertawa.
Istriku yang kecantikannya melebihi Marisa Mell segera mendominasi situasi sebelum aku mengucapkan sebuah kata. "Kok tidak pakai masker, Mas?"
Resepsionis itu tersenyum. "Saya sudah dua kali vaksin, Ibu."
"Mas, saya dan suami juga sudah dua kali vaksin lho, tapi kami tetap memakai masker. Sekarang saya tanya lagi. Kenapa Mas Resepsionis Alain Delon ini tidak memakai masker?"
"Maaf, Bu. Saya lebih suka Belmondo daripada Delon."
Istriku menoleh padaku dengan mata melotot, memberi isyarat kepadaku untuk mengambil alih percakapan. "Maafkan istriku, Mas. Ini kami mau check in, tapi sebelumnya kami mau meminta kepastian dulu apakah teman kami sudah check in sebelumnya."