Sudah delapan belas tahun semenjak trilogi The Matrix berakhir di mana duo bersaudara Wachowski telah berhasil membuat sebuah film perpaduan aksi dan fiksi-ilmiah yang tidak lekang oleh waktu. Oleh karena itu pada tahun 2021 ini, Lana Wachowski dan krunya akhirnya berhasil merilis film terbarunya yang mulai beredar di bioskop-bioskop seluruh dunia termasuk Indonesia pada minggu terakhir bulan Desember ini.
Dengan durasi hampir mencapai dua setengah jam, Lana Wachowski yang selain menjadi sutradara juga menulis skenarionya bersama David Mitchell dan Alexandar Hemon tampaknya betul-betul berharap bahwa film terbarunya ini akan sukses besar seperti trilogi film aslinya. Namun harapan itu tampaknya belum sepenuhnya tercapai. Bukan karena film ini memiliki pesaing berat pada film Spider-Man No Way Home yang rilis pada waktu yang hampir bersamaan, melainkan karena tidak maksimalnya naskah cerita filmnya.
Beruntung sebenarnya film ini masih cukup menarik untuk saya tonton karena kehadiran kembali bintang utamanya Keanu Reeves yang tetap berperan sebagai Neo alias Thomas Anderson. Meskipun dari segi penampilan wajah malah mengingatkan kita kepada John Wick, tapi tetap saja Keanu Reeves masih memberikan sentuhan ajaib lewat penampilannya yang walau terkesan murung tapi tetap menyimpan tanda tanya besar. Masih adanya Carrie-Anne Moss sebagai Trinity juga melegakan. Sayangnya Laurence Fishburne dan Hugo Weaving sudah tidak tampil lagi padahal peran Morpheus dan Agen Smith sudah melekat erat pada diri mereka sehingga baik Yahya Abdul Mateen maupun Jonathan Groff yang menggantikan keduanya cenderung kurang berhasil.
Pada film ini, Thomas Anderson merupakan pembuat video game yang sangat sukses, tapi kehadiran Bugs, seorang hacker cantik berambut biru yang memiliki tanda kelinci putih pada lengan kirinya membuat Thomas merasa deja vu kembali. Bugs mengajak Thomas untuk kembali berpetualang dalam dunia matrix seraya menganjurkan Thomas meminum pil merah. Kini Thomas kembali menjadi Neo dan mengingat kembali petualangannya di masa lalu serta tentu saja kisah cintanya dengan Trinity. Kerinduan pada Trinity inilah yang menjadi motivasi Neo untuk menolong Bugs kembali menyelamatkan dunia, tentu saja dengan segala konsekuensinya.
Memang Lana Wachowski tidak kehilangan sentuhannya dalam menghidupkan adegan aksi bertabur efek visual megah yang menjadi andalan sekaligus ciri khas trilogi film aslinya. Kesaktian Neo semakin menjadi-jadi dalam film ini seiring dengan efek visual yang juga semakin mantap dan berkelas, meskipun saya masih merasa film pertamanya tetap jauh lebih unggul secara inovasi sampai menang Oscar juga.
Kehadiran berbagai bintang baru selain Mateen dan Groff yakni Jessica Henwick memang turut membawa kesegaran pada film ini. Henwick membawakan peran Bugs dengan lugas dan tegas, serasa mirip dengan Trinity. Selain itu tampilnya Neil Patrick Harris sebagai karakter baru yang menyebalkan bernama The Analyst cukup membawa aspek positif film ini. Masih ada pula Jada Pinkett Smith yang kembali berperan sebagai Niobe dan ini yang lucu, munculnya Lambert Wilson yang lagi-lagi tampil sebagai sang milyarder Merovingian yang kini menjadi gelandangan yang hobi menyumpahi nasib sialnya.
Betul sekali jika film The Matrix Resurrections ini belum bisa menandingi film pertamanya yang sangat superior itu, tetapi setidaknya nuansa hiburan ala The Matrix masih menjadi identitasnya.
Dari saya 7/10.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H