Mohon tunggu...
septiambar
septiambar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penggiat Parenting dan Pekerja Sosial

Penulis, Penggiat Parenting dan Pekerja sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena Gantung Diri, Mitos atau Penyakit Sosial?

10 Juni 2016   01:29 Diperbarui: 10 Juni 2016   02:07 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus bunuh diri di wilayah Gunung Kidul akhir-akhir ini kembali menyeruak dalam hitungan bulan sudah banyak korban yang gantung diri. Sebagian besar korban sudah berusia lanjut. Polres Gunungkidul mencatat dari tahun 2012 kasus bunuh diri sudah banyak terjadi, meskipun angka kasusnya mengalami fluktuatif yang berarti, tahun 2012 tercatat ada 40 kasus, kemudian tahun 2013 turun menjadi 29 kasus, tahun berikutnya 2014 turun lagi menjadi 18 kasus, dan tahun 2015 kembali naik hingga mencapai angka 33 kasus. Memasuki tahun 2016 kasus bunuh diri di wilayah Gunung Kidul kembali menjadi bahan berita di beberapa media, dalam hitungan minggu di awal tahun kasus gantung diri ini sudah memakan 5 korban jiwa dan 1 korban selamat. Para pelaku melakukan upaya bunuh diri dengan cara gantung diri, satu korban selamat saja yang mencoba mengakhiri hidupnya dengan menenggak cairan beracun. Beruntung nyawanya bisa diselamatkan karena ada pihak keluarga yang memergoki upaya mengakhiri hidupnya.

Fenomena ini memunculkan beragam spekulasi dikhalayak umum, bahwa rentetan kejadian gantung diri di wilayah gunung kidul dibayang-bayangi dengan cerita mistis tentang pulung gantung. Mitos masyarakat yang berkembang ini sangat dipercaya oleh sebagian penduduk wilayah setempat. Menurut Ketua Kebudayaan Gunung Kidul hampir seluruh masyarkat mempercayai mitos pulung gantung sebagai penyebab maraknya kasus bunuh diri. Upaya sudah banyak dilakukan oleh pihak terkait dengan melakukan pendekatan langsung kepada masyarkat. Pendekatan tersebut dilakukan oleh Polres Gunung Kidul melalui Babinkamtibnas yang bekerjasama dengan psikiater dan berbagai instansi yang berkompeten untuk melakukan pendampingan. Menurut Ahli secara ilmiah kasus bunuh diri yang dialami oleh pelakunya karena faktor depresi. Masalah ekonomi, kesehatan dan sosial sangat mempengaruhi kondisi kejiwaan pelaku. Tetapi temuan oleh ahli ini tidak serta merta dipercaya oleh sebagian warga karena kepercayaan mereka yang begitu kuat tentang mitos pulung gantung.

Menurut cerita masyarakat pulung gantung itu adalah seberkas cahaya hijau kemerah-merahan yang terbang di wilayah gunung kidul yang dipercaya membawa pulung. “pulung” menurut istilah jawa adalah keberuntungan, berbeda karena ini membawa petaka maka disebutlah sebagai pulung gantung. Biasanya cahaya ini munculnya pada malam hari dan kemunculannya tidak tentu kadang ada kadang hilang. Konon jika cahaya itu jatuh ke rumah warga, maka penghuni rumah itu akan tertimpa bencana, anggota keluarganya akan ada yang bunuh diri. Meski tidak bisa dibuktikan secara ilmiah tetapi cerita dari mulut warga tentang kasus yang terjadi jelas menyebutkan bahwa fenomena gantung diri ini terkait dengan mitos pulung gantung.

Beberapa ahli menyebutkan bahwa kasus yang terjadi di wilayah Gunung Kidul ini bukan disebabkan karena pulung gantung. Kajian ahli menyebutkan bahwa sebagian pelaku gantung diri adalah orang yang mengalami depresi. Penyebab depresi kebanyakan adalah karena faktor ekonomi, faktor kesehatan dan faktor sosial. Beberapa kasus terbaru pun menyebutkan bahwa korban bunuh diri hampir sebagian besar orang yang sudah berusia lanjut, seperti korban terakhir yang berusia 90 tahun dan 59 tahun. Kedua korban konon ceritanya mengalami sakit menahun dan tidak sembuh-sembuh sehingga mereka depresi dan ingin mengakhiri penderitaan sakitnya dengan cara bunuh diri. Selain faktor kesehatan, faktor ekonomi juga berpengaruh besar. Kebutuhan hidup sekarang sudah semakin tinggi. Harga-harga kebutuhan pokok mahal dan kadang tidak terjangkau oleh masyarkat yang berpenghasilan rendah. Kondisi masyarakat Gunung Kidul sebagian masih bergantung pada hasil bertani dan berkebun. Sehingga bisa dipastikan bahwa kondisi ekonomi masyarakatnya kurang bisa mengimbangi kemajuan kehidupan sekarang. Banyak warga masyarakat yang tidak bisa memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Kadang kondisi ini memicu permasalah yang lebih kompleks sehingga menimbulkan tekanan pada diri warga. Ditambah lagi dengan kondisi sosial masyarakatnya, meskipun sudah banyak orang yang berpendidikan tinggi tetapi untuk sebagian wilayah yang sulit terjangkau kondisi sosial masyarakatnya masih jauh dari paparan informasi dunia luar sehingga warga sangat menjunjung tinggi budaya leluhur, warga masih sangat percaya dengan cerita-cerita yang berbau mistis yang kadang tidak bisa diterima oleh logika.

Tidak bisa disalahkan sepenuhnya kondisi tersebut, apa sebab? Pemerataan informasi dan pendidikan di Indonesia masih jauh dari ideal. Bukan hanya daerah pelosok di luar jawa saja, tetapi kondisi di wilayah Pulau Jawa pun masih belum merata. Masih banyak ditemukan kondisi masyarkaat yang jauh dari sumber informasi, tidak ada akses untuk mendapatkan informasi yang cepat, dari segi pendidikan masih banyak gedung sekolah yang kurang layak, atau kurangnya akses pendidikan yang mudah. Padahal dua hal tersebut sangat diperlukan dalam upaya perbaikan pola pikir dan tatanan sosial masyarakat. Harapannya jika dua hal tersebut dapat terpenuhi akan meningkatkan taraf kehidupan warga, dapat membuka pikiran warga, dapat memperbaiki kondisi sosialnya, tentu juga akan meningkatkan taraf ekonomi warga. Harapannya faktor penyebab depresi bisa berkurang.

Jelas bahwa fenomena gantung diri ini tidak cukup hanya dikaji saja, dicari permasalahannya saja tetapi diperlukan solusi yang jitu untuk mengatasi kemungkinan kasus serupa berkembang. Kita tentu tidak ingin ada lagi korban yang mengakhiri kehidupan dengan cara tragis. Atau membiarkan cerita tetang penyebab gantung diri beredar dan terus menjadi buah bibir yang belum tentu kebenarnya. Melalui pendampingan dan penyuluhan pihak berwenang sebaiknya lebih difokuskan kepada penguatan iman dan keyakinan terhadap pencipta, agama yang diyakini warga, sehingga apapun permasalahan yang terjadi ditengah masyarakat jika warganya memiliki pegangan kuat tentu tidak akan melakukan hal-hal diluar batas logika. Kehidupan bersifat sementara, semua makhluk pasti akan kembali kepada pencipta, tinggal bagaimana cara dan kapan waktunya?

Gantung diri adalah perbuatan yang dilaknat, cara mengakhiri kehidupan yang sangat dimurkai. Semoga fenomena gantung diri di Gunung Kidul segera berakhir..Allahualam bisowab

Salam hangat

Septi Ambar

Warga masyarakat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun