Mohon tunggu...
Septhiana Lutfia Hajar
Septhiana Lutfia Hajar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sejarah Islam membuat kita banyak belajar!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hukum Perayaan Tahun Baru Masehi Bagi Umat Islam

28 Oktober 2022   19:57 Diperbarui: 28 Oktober 2022   20:04 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bolehkah kita sebagai umat islam turut andil dalam perayaan tahun baru masehi ? pernahkah pertanyaan seperti itu menghinggapi benak kalian? Dalam tulisan ini kita akan mengulas kembali hukum perayaan tahun baru masehi bagi umat islam.

Apa yang kalian ketahui tentang perayaan? Perayaan sendiri memiliki pengertian pesta (keramaian) untuk merayakan suatu peristiwa tertentu sedangkan kata masehi memiliki pengertian penanggalan atau penomoran tahun yang digunakan dalam kalender Julian dan Gregorian. Era kalender julian/gregorian ini didasarkan pada tahun tradisional yang dihitung sejak kelahiran Yesus dari Nazaret  maka dapat disimpulkan bahwa  perayaan tahun baru masehi berarti keramaian atau perayaan untuk merayakan suatu momen yaitu pergantian tahun masehi yang biasanya di peringati setiap tanggal 31 Desember pukul 23.59 .

Kebiasaan masyarakat Indonesia saat malam pergantian tahun baru masehi yakni merayakannya dengan cara berkumpul dengan saudara, teman atau kolega dengan disajikannya makanan, serta seringkali kita melihat fenomena masyarakat memperingati tahun baru masehi dengan cara meniup terompet, menyalakan mercon,  menyalakan kembang api, dan berfoya-foya dengan  membelanjakan uangnya pada hal-hal yang sebenarnya tidak dibutuhkan yang dimana perayaan semacam itu adalah tradisi dari kaum Yahudi namun sayangnya banyak umat islam yang secara terang-terangan menunjukkan bahwa mereka mengikuti tradisi tersebut. Perayaan semacam itulah yang menjadi alasan dilarangnya umat islam untuk merayakan tahun baru masehi.  Hal tersebut sesuai dengan sabda Nabi SAW yang berbunyi "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka". (HR Abu Dawud, Hasan)

Lalu menanggapi hadist tersebut, Ust Khalid Basalamah memberikan penjelasan "Dan ini Nabi SAW memfokuskan hadis ini untuk orang-orang muslim yang mengikuti kebiasaan khusus orang non muslim". Menurut pendapat banyak ulama bahwa perayaan tahun baru masehi pada hakikatnya adalah ritual peribadatan umat nasrani atau agama lainnya (non muslim) ditambah lagi waktu antara tahun baru masehi dengan waktu perayaan natal rentang waktunya berdekatan sehingga ada beberapa yang mengatakan bahwa perayaan tahun baru masehi menjadi satu kesatuan dengan perayaan natal (hari raya umat nasrani).

Lalu mengenai larangan membuang-buang harta untuk hal hal yang tidak penting dapat dilihat pada sabda Nabi yang berbunyi

"Sesungguhnya, Allah membenci tiga hal kepada kalian, kabar burung, membuang buang harta dan banyak bertanya." (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan sabda Nabi tersebut maka jika penyambutan malam tahun baru dilakukan di luar batas sewajarnya yakni dengan mengeluarkan dana besar-besaran guna membeli kembang api dan terompet dengan jumlah yang banyak maka hal seperti itulah yang dilarang.

Pada dasarnya secara eksplisit di dalam riwayat riwayat hadis tidak ada keterangan mengenai pernahnya Nabi SAW dan para sahabat meniup  terompet  dan menyalakan kembang api guna menyambut datangnya tahun baru masehi namun hal tersebut bukan berarti umat islam tidak boleh merayakan tahun baru masehi hanya saja sebagai tindakan kehati hatian para ulama, mereka berpendapat hindarilah kebiasaan kebiasaan orang non muslim, yang dimaksud adalah kebiasaan meniup terompet dan menyalakan kembang api karena hal tersebut merupakan tradisi orang Yahudi  yang mana hal tersebut dilarang dalam agama islam untuk menyerupai suatu kaum.

Sebagai muslim yang beriman kepada Allah hendaknya kita dapat selalu menghidupkan syariat agama dalam hal apapun termasuk dalam hal perayaan tahun baru masehi, seperti merayakan tahun baru dengan lebih mendekatkan diri pada Allah, muhasabah diri, i'tikaf dalam masjid, berisitigfar dan kegiatan lainnya yang lebih memberi manfaat untuk akhirat kita kelak. Tentu sulit untuk mengubah suatu tradisi yang sudah melekat bertahun tahun dalam lingkup masyarakat dengan waktu yang singkat, bahkan mungkin akan dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mengubah kebiasaan umat islam di Indonesia mengenai perayaan tahun baru masehi. Namun bukan berarti perubahan tersebut tidak akan terjadi justru dimulai dari diri kita sendiri yang harus diubah karena perubahan secara global akan terjadi ketika kita dapat mengubah diri kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun