Zaman sekarang zaman edan. Mungkin pepatah ini ada benarnya, bagaimana tidak di era yang serba canggih ini kebutuhan manusianya semakin kompleks saja, termasuk kebutuhan akan hiburan. Berbagai cara diciptakan untuk pemenuhan akan kebutuhan yang satu ini. Malah ada suatu pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan hidup yang utama, atau yang lebih dikenal dengan paham Hedonisme. Paham ini nampaknya berkembang hampir di seluruh wilayah negara termasuk di negara kita ini.
Masyarakat kota Banjarmasin pun nampaknya sudah terimbas paham ini. Hal ini tampak dari gaya hidup yang kian hari kian konsumtif dari masyarakatnya. Tanpa mengesampingkan bahwa masyarakat banjarmasin hampir 95% adalah umat Islam. Biaya hidup yang tidak terlalu mahal mungkin menjadi salah satu pendukung perkembagan Hedonisme di kota ini. Banjarmasin selain dikenal sebagai kota seribu sungai, juga di kenal sebagai kota perdagangan. Makanya jangan heran jika di Ibu kota Propinsi Kalsel ini banyak berdiri hotel-hotel berbintang, yang mempunyai fasilitas-fasilitas tempat hiburan. Mulai dari restoran, bar, karaoke, hingga diskotik pun tersedia di beberapa hotel yang ada.
Tempat hiburan-hiburan itu tak pernah sepi oleh pengunjung. Salah satu Diskotik yang berada disalah satu hotel bintang, menjadi tempat favorit sebagian besar masyarakat kota ini untuk menghabiskan malam. Diskotik itu pun menyediakan live music yang biasanya di bawakan oleh DJ (Disc Jokey) kawakan asal Jakarta atau kota-kota besar lain di Indonesia. Para pengunjungnya kebanyakan dari kalangan menengah keatas. Ironis kebanyakan dari pengunjungnya adalah remaja-remaja usia sekolah dan para mahasiswa perguruan-perguruan tinggi yang ada di kota ini. Padahal ada peraturan yang tertera di hotel tersebut pengunjung di bawah umur 21 tidak boleh masuk ke diskotik. Tak dapat dipungkiri di dalam diskotik selain menjadi tempat live music, juga menjadi tempat transaksi narkoba.
Peredaran Narkoba dikota ini semakin parah perkembangnnya. Banyak dari penggunanya merupakan anak-anak sekolah, dan mahasiswa. Kebiasaanya para pengunjung didiskotik tersebut adalah para pengguna narkoba. Sebagian dari mereka mempunyai pendapat bahwa dikotik adalah tempat mencari kesenangan yang tidak didapatan ditempat manapun. Menggunakan narkoba adalah pilihan agar bisa menikmati dan menghayati musik yang disuguhkan oleh DJ. Selain itu narkoba juga bisa memberikan ketenangan bagi mereka dari permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi. Mereka juga beranggapan bahwa gaya hidup mereka adalah gengsi yang harus dikedepankan, agar tidak di anggap ketinggalan zaman.
Pendapat-pendapat itu mungkin sering kita dengar dari para pecandu narkoba. Ironis memang, sekian dari pengguna narkoba tersebut tidak menyadari bahaya yang dapat ditimbulkan dari zat-zat adiktif yang bisa merusak syaraf dan organ dalam tubuh kita ini. Di samping narkoba, gaya hidup yang berkembang dikalangan pelajar dan mahasiswa di kota ini adalah pergaulan bebas yang makin merajalela. Mereka tidak sungkan-sungkan untuk melakukan hubungan seks pra nikah, dengan alasan sayang dan cinta terhadap pasangannya. Sungguh ironi memang, para penerus bangsa terjembab dalam pergaulan yang merusak moral dan mental mereka. Bebas keluar masuknya pengunjung dirumah-rumah kos, dan kurangnya pengawasan dari pemilik kos makin mendukung berkembangnya perbuatan menyimpang ini.
Yach memang kesemuanya itu kembali kepada diri kita masing-masing. Diri kitalah yang bisa memilah dan meilih mana yang terbaik untuk diri kita sendiri. Di samping itu kita juga harus membekali diri kita dengan pemahaman tentang agama dan pengetahuan lainnya, agar bisa membentengi diri kita dari hal-hal yang negatif dan merugikan buat kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H