Mohon tunggu...
Septia Wulan
Septia Wulan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Anak tunggal yang sedang belajar menulis dan menyalurkan isi hati dan pikiran melalui media tulisan. Mencoba merenungkan keindahan segala hal dengan harapan dunia itu cerah hanya dengan sebuah 'Senyuman'.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Untukmu Terkasih

29 Desember 2012   16:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:50 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Untukmu terkasih,

Aku yakin kamu pasti tidak pernah mengira akan mendapatkan sesuatu semacam ini dariku. Sejujurnya akupun tak pernah membayangkan akan menulis seperti ini kepadamu. Hanya saja, belakangan ini kita tak punya banyak waktu untuk  bertatap muka sekedar bertukar kabar. Maka kuputuskan untuk menulis ini kepadamu.

Untukmu terkasih,

Hari ini adalah hari biasa, tak ada yang istimewa. Mentari dan senja masih saja akrab menari-nari diatas kita, dibatas kota seperti biasa, sampai petang datang menjemput mereka. Tak banyak kata yang bisa kutulis padamu, dan ku tahu seberapa kemampuanku menuangkan kata-kata. Dan selalu saja  meskipun begitu banyak cerita, keluh kesah dan gurauan sederhana yang ingin kusampaikan padamu. Dan surat ini terlalu sempit untuk menampung semuanya.  Menampung semua cerita yang kupendam selama kita belum berjumpa. Meskipun aku tahu engkau tak pernah keberatan untuk membaca semuanya dan berlama-lama untuk mengulanginya, seperti biasanya ketika kau membaca pesan-pesanku yang kau simpan ditelepon genggammu.

Hari ini adalah hari biasa, tak ada yang istimewa. Aku bergumul dengan keseharianku, aku yakin kau pun begitu.  Meski begitu, kau selalu saja terselip indah di dalam imaji rindu di tengah keseharianku. Nampaknya kesibukan yang bertumpuk tak pernah bisa mengenyahkanmu, mengenyahkan sore-sore itu dari otakku saat kita bicara dalam kata tak bernada dan tertawa dalam ruang maya tanpa jeda dengan leluasa.

Hari ini adalah hari biasa, tak ada yang istimewa. Motor butut ini pun masih saja berlaku seperti biasa.  Mogok! Aku terpaksa berjalan menuntun si butut ini menempuh jalan pulang. Kau tahu, di jalan yang kulewati aku melihat pasangan lanjut usia, penjual kacang rebus. Mereka tua tentu saja, namun terlihat sekali bahagia terpancar dari wajah mereka. Mau tak mau aku jadi membayangkan kita berdua, melahirkan dan membesarkan anak-anak kita yang lucu dan tak bisa diatur semua, sampai akhirnya kita menua dan menjadi pasangan lansia. Hidup sederhana dan bahagia. Tapi itu semua terhenti di anganku saja.

Hari ini adalah hari biasa, meski cukup istimewa karena hari ini aku baru menyadari sesuatu. Sesuatu yang berbeda, sesuatu yang menyesakkan dada. Aku tak lagi mengenalmu, tak lagi tahu pandanganmu dan tak lagi bisa mendampingimu, karena aku tahu kau telah bersama dia, mungkin untuk selamanya.

Cintaku kepadamu seperti gravitasi. Semuanya sangat biasa dan alami. Tapi selayaknya manusia dan gravitasi, aku diharuskan melawannya setiap hari. Dan bersikap seperti biasa.

Untukmu terkasih,

Hari ini adalah hari yang biasa, aku mengepalkan tangan seperti biasa dan aku akan tetap mencintaimu seperti biasanya. Meski semuanya tak lagi sama

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun