Mohon tunggu...
Yacub Fahmilda
Yacub Fahmilda Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Agama Air Suci di Indonesia

7 Mei 2015   08:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:18 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara yang plural dengan kemajemukan masayarakatnya serta kebudayaan yang melekat diwilayah Indonesia. Bukan masalah era globalisasi, yang sekarang ini mempercepat beberapa unsur perubahan kebudayaan, namun memang dinamika kebudayaan sudah terjadi dari dulu.

Objek yang kecil, namun berbaur dengan objek pembawaan unsur kebudayaan secara intensif. Mampu merubah suatu kebudayaan yang ada di daerah setempat tersebut. Kebudayaan yang superorganik, namun tidak sepenuhnya stereotype, memang dirasakan susah untuk ditinggalkan.

Hubungan antar budaya di Indonesia, memberikan peluang untuk terjadianya dinamika budaya. Dalam bentuk; Akulturasi, Asimilasi dan Sinkretisme. Ketiganya memang sudah tidak asing lagi bagi kita sebagai warga Negara Indonesia, sebagai Negara pluralitas budaya.

Hal yang menarik dari Indonesia, adalah kebudayaannya yang beranekaragam, dan serasa hidup dengan kepercayaannya. Seperti Kepercayaan Kejawen, kepercayaan Hindu-Kaharingan, Islam-Bugis, Islam- Melayu, Islam Arab, Agama Tirtha atau Agama Air Suci, dan lain sebagainya.

Untuk lebih memerjelas mengapa agama tersebut sebagai sinkretisme, karena secara antropologis mengandung pengertian sebagai suatu paham yang berusaha mencampurkan unsur kepercayaan lama dengan unsur kepercayaan baru, dimana unsur kepercayaan lama masih tetap dipertahankan.

Agama Tirtha atau Agama Hindu Dharma atau lebih dikenal dengan Agama Hindu Bali, merupakan sinkretisme kepercayaan Hindu aliran Saiwa, Waisnawa, dan Brahma dengan kepercayaan asli suku Bali. Tidak heran, bila kebudayaan Bali memang dirasa hidup, kuat dan mistis. Karena yang diimbangi dengan besarnya kepercayaan; menggabungkan beberapa kepercayaan.

Di Bali berlaku sistem Catur Varna(Warna), yang berasal dari bahasa Sanskerta, yang artinya adalah empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam kehidupan berdasarkan atas bakat(guna) dan ketrampilan (karma) seseorang, serta kualitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan bakat dan ketangguhan mentalnya dalam menghadapi suatu pekerjaan. Empat golongan yang kemudian terkenal dengan istilah Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra.

Warna Brahmana disimbolkan warna putih dengan menitik beratkan pengabdian dalam swadharmanya dibidang kerohanian. Warna Ksatria disimbolkan dengan warna merah dengan menitik beratkan di bidang kepemimpinan dan pertahanan keamanan. Warna Waisya disimbolkan warna kuning , setiap orangnya mengabdi pada bidang kesejahteraan masyarakat. Dan Warna Sudra disimbolkan dengan warna hitam dengan menitik beratkan pengabdiaanya dibidang ketenagakerjaan. Seiring perjalanan kehidupan di masyarakat dari masa ke masa pelaksanaan sistem Caturwarna cenderung membaur mengarah kepada sistem tertutup yang disebut Catur Wangsa atau Turunan darah.

Umat Hindu Bali memiliki sistem kalender sendiri yang berbeda dengan sistem penanggalan hari raya Hindu di India dan Nepal, namun ada pula Hari raya yang mengguanakan penanggalan Saka dari India yaitu Hari Raya Nyepi dan Siwaratri.

Upacara keagamaan Hindu- Dharma berkolaborasi dengan budaya lokal. Ini menjadi kekayaan dan keunikan dari Bali. Seperti Upacara Otonan, Upacara Potong Gigi, Upacara Ngaben. Dan oleh para penganutnya juga sering disebut sebagai Agama Hindu.

Dari contoh diatas, Agama Tirtha sebagai salah satu bentuk sinkretisme yang dirasa bukanlah bentuk sinkretisme. Hal ini disebabkan, seimbangnya kebudayaan dan kepercayaan masyarakat yang kuat. Hampir tidak jauh beda dengan Kejawen, Hindu- Kaharingan,  Islam –Bugis, Hindu-Dharma, dengan kebudayaan lokal yang kuat itu, kepercayaan dalam hal ini mampu melestarikan kebudayaan, dan mampu menghidupakan dengan spiritualitasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun