Mohon tunggu...
Cepik Jandung
Cepik Jandung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Belajar Kajian Budaya

Lulusan Filsafat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Sekilas Ajaran Kongzi: Kajian Filsafat Timur

4 November 2024   14:30 Diperbarui: 8 November 2024   08:10 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengantar

Dalam penggalian terkait filsafat timur ditemukan bahwa berbagai pemikiran seperti humanisme dan naturalisme sejatinya telah muncul pada abad kedelapan hingga kelima SM (770--476 SM) di Tiongkok. Pemikiran-pemikiran ini muncul sebagai tanggapan atas pergolakan di Zhou Timur, sebuah pergulatan karena gagalnya pihak yang berkuasa menjamin kehidupan warga. Beberapa hal yang terjadi seperti perubahan sosial-ekonomi dan disintegrasi lantas menyebabkan munculnya kebangkitan ajaran yang dikenal umum sebagai Konfusianisme dan Taoisme. 

Salah satu tokohnya yang terkenal bahkan pemikirannya menjadi banyak rujukan filsuf di seluruh penjuru dunia yakni Kongzi (Konfusius) (Cheng Chung-Ying; 1996, 459). Penulis dalam tulisan ini dan secara personal lebih memilih menyebut Kongzi dibandingkan Konfusius bukan karena anti barat melainkan karena nama sejatinya memberi ciri khas pada seseorang. Kongzi merupakan nama pemikir hebat asal Asia yang sepatutnya dipopulerkan apa adanya tanpa harus mengubah nama sama sekali untuk dikenal. Nama dan pemikiran sepatutnya sejalan dan pemikiran itu sendiri akan menjadi bukti bahwa mendalamnya refleksi dan penalaran orang yang bernama Kongzi ini. Pada masa pergolakan ini juga cukup banyak muncul pemikir atas kapasitas pribadi seperti Lao Zi dan beberapa pemikir lainnya. Masa ini bisa dikatakan sebagai masa hidup para filsuf. Akan tetapi tulisan ini secara khusus mengangkat ajaran Kongzi, atau yang lebih dikenal sebagai Konfusius di Barat, merupakan  sebuah sistem pemikiran yang sangat berpengaruh dalam sejarah Tiongkok dan pengembangan filsafat moral di Asia Timur. 

Konfusianisme atau ajaran Kongzi menjadi ideologi dominan selama beberapa dinasti di Tiongkok secara khusus. Akan tetapi kemudian pengaruh ajaran Kongzi lantas meluas ke negara-negara Asia Timur lainnya seperti Korea, Jepang, dan Vietnam, di mana nilai-nilai yang diajarkan Kongzi turut membentuk budaya dan sistem sosial mereka. Meskipun lahir lebih dari 2.500 tahun yang lalu, ajaran Kongzi masih relevan dalam konteks modern, terutama dalam diskusi tentang etika, pendidikan, dan hubungan sosial. Berikut merupakan penjelasan singkat yang dapat menjadi pengantar sebelum mengenal ajaran Kongzi dan sejarahnya secara lebih jauh.

Ajaran Berpretensi Keteraturan

        Kongzi sendiri secara khusus mengadopsi dan mengajar seluruh tradisi sejarah Tionghoa sebelumnya. Di akhir masa Zhou, di mana terjadi pergolakan, Kongzi mengangkat ritual Zhou dari latar politik ke latar etika. Kongzi sendiri merasa bahwa fungsi utama dirinya sebagai seorang Guru adalah menginterpretasikan warisan kebudayaan kuno kepada murid-muridnya (Fung Yu Lan; 1983, 50). Perlu diperhatikan bahwa sekolah Ru memang membawa tradisi-tradisi sebelumnya tetapi dalam ajarannya terdapat pandangan dan interpretasi sebagai pemahaman atas ajaran sebelumnya dengan isi yang baru.

Ajaran Kongzi memiliki pretensi memperbaiki kehidupan rakyat secara umum. Terkait masyarakat, ajaran Kongzi mengharapkan keteraturan dan untuk hal itu ia beranggapan bahwa hendaknya masing-masing orang bertindak sesuai identitasnya. "Hendaknya seorang penguasa menjadi penguasa, menteri menjadi menteri, ayah menjadi Ayah, dan anak menjadi seorang anak" (bdk. Fung Yu Lan; 1983, 51). Kongzi dikatakan bergerak melalui pendidikan untuk melahirkan pribadi-pribadi yang menghayati ritual dengan baik dan mereka menjadi unsur pembangun masyarakat yang bermutu, berakar kuat pada sumber-sumber kebaikan.

        Dalam ajarannya tentang etika, ajaran Kongzi berpusat pada ritual, keharusan, dan kasih. Ritual. Li (ritual) memiliki makna akan rahmat yang diterima dari Langit sebagai berkat berlimpah dan kemudian persembahkan kembali kepada langit. Ren (kasih) dalam ajaran Kongzi memiliki arti relasi hati, relasi yang penuh dengan kebaikan yang tidak terbatas, relasi antara dua pribadi yang timbal balik.  Y (keharusan) memiliki arti keharusan melakukan sesuatu yang baik dan yang benar.

        Ketiganya memiliki relasi yang erat, walaupun antara kasih dan keharusan tidak begitu dieksplisitkan melainkan diandaikan sebagai sebuah keniscayaan. Tentang hubungan kasih dengan keharusan, secara implisit dapat dipahami seperti dua kutub dari realitas. Kasih tidak dapat tidak menjadi keharusan. Dalam hal ini, kesadaran kasih pada dasarnya berada dalam hati dan dorongan dalam hati membuat orang berbuat bajik. Dorongan itu merupakan keharusan batin yang kemudian diungkapkan dalam ritual. Untuk relasi kasih dan ritual, Kongzi menegaskan bahwa kasih adalah sumber dari ritual. Manusia tanpa kasih mana mungkin melakukan ritual dan terlebih lagi kemudian bagaimana ia dapat berlaku etis. Dalam ajaran Kongzi dinyatakan secara tegas bahwa tanpa kasih, tidak ada hubungan dengan manusia lain.

        Sebagaimana ditegaskan bahwa Kongzi mengaitkan kasih dengan ritual tetapi tidak berhenti pada ritual saja. Menurut ajaran Kongzi, ritual yang berakar pada kasih memberi efek pada manusia itu sendiri. Ritual yang berakar pada kasih secara berkesinambungan membuat tindakkan manusia menjadi sempurna. Apabila merujuk ke ajaran yang lebih luas dari Kongzi, sastra memberi dampak pada manusia untuk meluaskan pengetahuan dan terkait dengan bagaimana membawa tindakkan hidup. Demikian pun dengan mengendalikan ritual, manusia sekiranya tidak akan menyimpang. Inilah dua patokan yang dipakai yakni sastra dan ritual.

        Secara khusus, ritual terkait dengan dasar lainnya yaitu keharusan atau YI. Dalam hal ini, kebenaran-lebih pada dorongan-motivasi. Berkaitan dengan keharusan, dalam pandangan Kongzi identik dengan dorongan batin. YI adalah hakikat diri, ciri dasar hidup yang menunjukkan manusia yang bermoral dan keharusan kasih. Kemudian seperti dikatakan sebelumnya, perlu sarana lahiriah untuk menyatakan kasih dengan ritual. Sementara itu, keharusan ini terkait membawa kasih. Secara sederhana, secara niscaya kasih memiliki keharusan untuk dilakukan. Oleh karena itu, ritual yang dilestarikan Kongzi, ritual Zhou yang dikembangkannya memiliki pendasaran etis yakni kasih dan keharusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun