Mohon tunggu...
Sepis Jandung
Sepis Jandung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif

Mahasiswa aktif Jurusan Filsafat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsumsi Didikte oleh Tatanan Tanda, Analisis Filosofis Jean Baudrillard atas Nilai dan Tanda

28 Agustus 2024   10:01 Diperbarui: 28 Agustus 2024   10:11 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar

Konsumsi merupakan salah aktivitas harian manusia. Sebagai konsumen, manusia mengharuskan dirinya menghabiskan waktu, tenaga, dan tentu saja uangnya sebagai biaya demi melakukan kegiatan konsumsi. Kenyataan ini tentu tidak menjadi persoalan apabila kegiatan konsumsi memang dilakukan dalam rangka keberlangsungan hidup. Sejak dari semula manusia memang membutuhkan sesuatu seperti makanan untuk bisa bertahan dan melanjutkan hidup. Akan tetapi ada perilaku konsumsi yang membuat konsumen dikatakan didikte oleh hakikat dirinya sebagai insan konsumtif. Perilaku konsumtifnya hanya sekadar untuk memuaskan hasrat konsumtif belaka bahkan hasrat itu sejatinya telah dimanipulasi. Hakikat dirinya sebagai makhluk simbolik memberikan stimulus supaya dirinya mengambil 'tanda-tanda' sebagai bagian dari bahan konsumsi yang harus diambilnya, padahal semua itu semu.

Realitas konsumtif yang didikte oleh tanda-tanda ini semakin masif merasuki banyak orang. Cara kerja nalar diabaikan dan diutamakan emosi sesaat, hasrat akan tanda yang menggelora kian mendesak. Secara terang-terangan para penjual barang menggaet pembelinya dengan gimmick, seolah-olah tanpa membeli barangnya demikian eksistensi dirinya hilang. Banyak barang, entah yang dijual di toko luring maupun yang dijual melalui platform digital dalam toko daring menghipnotis hasrat untuk membeli dan terus membeli. Iklan-iklan yang memperlihatkan  bahwa pemakaian barang-barang itu memberi jati diri dan harga diri yang berbeda memberi kontribusi yang besar. Para pembeli diajak untuk menjadi bagian dari jati diri yang dipromosikan dan bahkan membuat orang yang tidak membeli merasa ketinggalan, mungkin akan dilupakan orang.

Penghargaan dan konsumsi serta tanda tentu menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan dari manusia. Semua ini membantunya untuk menjadi pribadi yang utuh dan merasa menjadi manusia yang berharga. Kegiatan konsumsi memberikan rasa puas akan kepemilikan, penghargaan membuat manusia merasa dicintai dan utuh sebagai insan sosial yang senantiasa saling menanggapi dan semua ini secara eksistensial melekat pada tanda yang menunjukkannya. Namun, ketika semua hal ini membuat manusia menjadi bodoh bahkan tersandera lantas hal ini harus digugat. Kurangnya keseimbangan dan kesadaran dalam mempraktikan perilaku konsumsi serta manipulasi tanda mendasarinya telah dipikirkan secara mendalam oleh Jean Baudrillard. Analisis ini pun kemudian akan mengambil referensi kajian dari pemikirannya dan sekiranya dapat menemukan hal-hal positif yang membuat perilaku konsumtif bisa lebih bijak.

Ilustrasi Kondisi Masyarakat Konsumtif

Seorang Ibu muda, sebut saja ibu Monnah, dari keluarga menengah membeli sebuah tas bermerek GUCCI, harganya puluhan juta, setelah melihat tetangganya yang kaya mendapat hadiah Tas GUCCI dari suaminya. Ibu A sering melihat iklan di Tik-Tok dan sinetron di TV yang menunjukkan bahwa artis-artis dan orang-orang kaya saat ini sedang ramai memamerkan diri dengan selalu menggunakan tas bermerek GUCCI apabila berpergian. Tas GUCCI dikatakan oleh iklan-iklan sebagai tas bermerek terkenal yang tentunya hanya dapat dimiliki oleh orang berharga dan kaya, yang tidak memilikinya tentu dianggap kurang mampu. Hal ini diperkuat dengan bukti yang ia lihat langsung yakni kepemilikan Tas GUCCI oleh tetangganya yang cukup kaya. 

Tas GUCCI apabila berbicara tentang nilai guna tidak berbeda jauh dengan tas-tas yang dapat dibeli di pasar-pasar loak yang tidak bermerek. Ibu A merasa dirongrong jiwa kecilnya untuk memiliki tas GUCCI karena harga diri bukan karena hanya merek GUCCI yang bisa dipakainya. Ibu A tentu saja dapat membeli tas lain apabila memang sedang membutuhkan tas. Alasannya tentu bukan karena nilai guna tetapi ia juga ingin terlihat kaya apabila minggu depan berkumpul saat arisan dengan ibu-ibu di kompleks rumahnya. Harga tas yang cukup mahal tidak dihiraukannya meskipun isi dompetnya sudah menipis bahkan hampir kosong. Apabila ditanya tentang maksud memiliki Tas GUCCI, Ibu A mungkin hanya bisa menjawab bahwa tasnya telah membantunya untuk menunjukkan bahwa ia kaya. Ide kesombongan akan tanda inilah yang digunakan oleh pemilik modal untuk membuat mira merasa perlu membeli Tas GUCCI walau uang hasil kerja kerasnya habis seketika.

Tatanan Nilai dan Tanda Menurut Jean Baudrillard

Pengakuan sudah tentunya menjadi bagian yang secara mendasar harus ada dan diperlukan untuk keberadaan seorang manusia. Tanpa sebuah pengakuan, hidup terasa hampa, kosong, galau dan tanpa semangat. Selain sebagai sebuah bentuk penghargaan, secara niscaya setiap manusia pada dasarnya mengharapkan pengakuan dari orang lain. Apapun bentuk pengakuannya, hal itu akan memberi arti yang tidak ternilai dan menjadi daya bagi yang menerimanya. Hakikat manusia seperti ini yang kemudian dibahas dalam teori Jean Baudrillard yang secara sistematis menjelaskan mengenai masyarakat yang mengagungkan tanda. Baudrillard memaparkan teorinya dengan mengambil acuan dan preferensi dalam realitas masyarakat yang konsumtif.

Menurut Jean Baudrillard, objek tidak hanya dikonsumsi dalam sebuah masyarakat Konsumer, mereka diproduksi lebih banyak untuk menandakan status daripada untuk memenuhi kebutuhan (John Lechte, 2001: 356). Dalam masyarakat konsumen yang lengkap, objek menjadi tanda, dan lingkungan kebutuhan, jika memang ada, jauh ditinggalkan.Menurutnya juga, globalisasi telah menyebabkan masyarakat perkotaan menjadi satu model global yang berperilaku tampak seragam. Keseragaman ini disebabkan karena pengaruh media yang berperan dalam menyebarkan tanda-tanda dalam setiap kehidupan. Hal tersebut berakibat pada pergeseran pola pikir dan logika konsumsi masyarakat.

Menurut teori Baudrillard, kini logika masyarakat bukan lagi berdasarkan use value atau exchange value melainkan hadir nilai baru yang disebut "symbolic value". Maksudnya, orang tidak lagi menggunakan suatu objek berdasarkan nilai guna, melainkan karena nilai tanda atau simbolis yang sifatnya abstrak dan terkonstruksi. Hal ini disebabkan karena beberapa bagian dari tawaran iklan dan media sosial justru menafikan kebutuhan dasar seseorang seperti keunggulan diri, melainkan dengan menyerang rasa sombong tersembunyi dalam diri manusia, apa yang ditampilkan produk-produk sekarang lebih sebagai simbol prestise dan gaya hidup yang diakui dan dihargai yang menumbuhkan rasa bangga yang klise dalam diri pemakainya (John Lechte, 2001: 354). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun