Penyalahgunaan narkoba dan pengedaran narkoba adalah masalah serius yang akhir-akhir ini dan meningkat menjadi keadaan darurat. Meskipun sudah banyak informasi mengenai dampak buruk narkoba, penggunaan narkoba masih menjadi masalah besar di Indonesia. Pada kenyataannya, demografi korban narkoba terkadang terus bertambah. Narkoba tidak hanya menjerat orang dewasa, tetapi juga dapat menyasar  anak-anak dan remaja.
Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun. Menurut Peraturan Kesehatan RI Nomor 25 Tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) reremaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-24 tahun dan belum menikah.
Usia remaja masuk dalam masa yang kritis sebab pada masa-masa seperti ini akan mencari jati dirinya menjelang dewasa. Remaja yang sedang mengalami pergolakan mental sering kali membuat keputusan yang buruk, seperti bereksperimen dengan narkoba. Remaja sangat rentan terhadap penggunaan narkoba karena selain kepribadian mereka yang secara alami bersemangat, mereka juga mudah terpengaruh dan dapat terlibat dalam masalah yang berhubungan dengan narkoba.
Narkotika menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. Secara umum, pengertian narkotika adalah zat atau obat baik yang bersifat alamiah, sintetis, maupun semi sintetis yang menimbulkan efek penurunan kesadaran, halusinasi, serta daya rangsang.
Berdasarkan data per 2023 dari Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Badan Pusat Statistik (BPS), angka prevalensi penyalahgunaan narkotika di Indonesia mengalami penurunan 0,22%, yakni pada tahun 2022 sebanyak 1,95% dan pada tahun 2023 menjadi 1,75%.
Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2020 menemukan narkoba jenis baru yang dikemas dalam bentuk permen. Narkoba tersebut diketahui mengandung tetra hydrocanabinol (THC) yang serupa dengan kandungan pada tembakau gorila. Narkoba dikemas dalam bentuk permen dan bentuk cair sebanyak 79 butir yang dikirim dari Amerika Serikat melalui jasa pos di Semarang, Jawa Tengah. Narkoba jenis permen diedarkan kepada anak-anak dan remaja di daerah Kendal, Tegal, dan Semarang.
Mereka yang membeli atau menerima narkoba golongan 1 tersebut dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yakni dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).Â
Selain pasal mengenai tindak pidana terkait menjadi pembeli atau penerima, ada kemungkinan terkena Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang penguasaan narkotika, yakni dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Namun sebelum dijatuhi sanksi pidana, harus diketahui dulu apakah tindakan tersebut memenuhi unsur bezit sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Bezit berdasarkan Pasal 529 KUH Perdata adalah kedudukan menguasai atau menikmati suatu barang yang ada dalam kekuasaan seseorang secara pribadi atau dengan perantaraan orang lain, seakan-akan barang itu miliknya sendiri.Â
Kalimat "memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika" dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dikategorikan harus memenuhi dua unsur, yakni kekuasaan atas suatu benda dan adanya kemauan untuk memiliki benda itu, saat benda narkotika itu di tangan tersangka atau terdakwa.
Anak-anak atau remaja yang membeli atau mengonsumsi permen narkoba tersebut dalam hal ini tidak mengetahui bahwa permen tersebut mengandung narkotika dan tidak menghendaki untuk memiliki benda itu. Dengan demikian, anak-anak atau remaja tersebut tidak dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.