Tristan Alif Naufal akan menginjakkan kaki di Belanda dengan tujuan belajar sepak bola. Belum jelas berapa lama 'Messi' Indonesia ini bisa menetap di Belanda. Yussa Nugraha  12 tahun sudah berhasil mendapat izin tinggal di Belanda. Bocah dari Surakarta itu sejak empat tahun ini main di klub lokal Belanda. Bermodal visa ikut orang tua yang bekerja di Den Haag. Di Belanda dia bebas bisa main di mana saja tanpa kendala.  Seperti apa peluang anak Indonesia bisa unjuk bakat di Belanda?
Penulis melihat banyak potensi bakat sepak bola di Indonesia yang sejatinya tidak kalah dengan rekan seusia mereka di Eropa. Namun karena kesempatan dan lingkungan yang tidak mendukung, sehingga bakatnya tidak berkembang maksimal.
Sementara itu rekan mereka di Belanda, lebih mujur. Bimbingan, pelatihan dan fasilitas yang sudah memadai berdasarkan standar internasional. Lapangan yang mereka biasa pakai latihan tidak jauh berbeda dengan kualitas lapangan di stadion besar. Rumput di klub tarkam Buitenboys SC tidak kalah dengan kualitas rumput di ArenA Amsterdam atau Stadion Philips di Eindhoven.
Untuk memiliki fasilitas latihan yang bagus itu, klub-klub amatir Belanda mendapat subsidi dari pemerintah daerah. Â Tiga lapangan rumput dan dua sintentis, dikelola dan milik pemda. Klub hanya menyewa secara simbolis 1 euro pertahun. Sekitar Rp. 15 ribu setahun.
Penulis tidak mengatakan bahwa pemda di Indonesia juga harus melakukan hal yang sama. Karena mungkin APBD lebih diprioritaskan ke pengentasan kemiskinan atau perbaikan infrastuktur di daerah.
Penulis hanya mencoba melihat, sejauh mana bakat dari Indonesia bisa juga merasakan atmosfir sepakbola di negeri yang sudah mapan, seperti Belanda. Untuk bisa masuk Belanda diperlukan visa atau izin tinggal. Jenisnya ada dua, kunjungan singkat kurang dari dua bulan. Atau kunjungan jangka panjang, kuliah di perguruan tinggi atau ikut ayah yang bekerja di Belanda, seperti Yussa.
Masalah Visa
Sepakbolanda menyadari tidak semua anak memiliki kesempatan seperti Yussa Nugraha. Bermain sepak bola di Belanda ini. Sebab rekan-rekan Yussa di Indonesia yang mungkin memiliki kwalitas minimal sama, belum tentu bisa masuk ke Belanda dan mendaftarkan diri ikut kompetisi reguler di Belanda. Masalahnya di visa atau izin tinggal.
Non-Eropa
Klub Belanda tidak diperbolehkan mengontrak pemain di bawah 17 tahun. Apalagi kalau pemain dari negara luar Uni Eropa. Syaratnya lebih sulit lagi dibanding  pemain dari negara dalam wilayah Uni Eropa sendiri. Jadi sebagus apapun bakat dari non-Eropa, kalau dia masih di bawah 17 tahun tidak akan mendapatkan kontrak dan mendapatkan visa berdasarkan kontrak sepakbola itu.
Setelah bakat berusia 17 tahun pun, ada aturan lain yang mempersulit klub Belanda untuk mengontrak pemain non-Eropa. Klub harus keluar banyak dana untuk mendatangkan pemain berbakat dari luar Eropa. Ini butuh pembahasan lebih jauh lagi. Untuk sekarang kita batasi saja pada usia bawah 17 tahun.
Situasi Ideal
Bukan tidak mungkin untuk bisa menciptakan situasi seperti Yussa Nugraha. Ikut orang tua yang bekerja di Belanda. Inilah sebenarnya situasi paling ideal untuk bisa sekolah sepak bola di Belanda. Karena dia akan mendapatkan kesempatan dan peluang luas seperti layaknya anak-anak Belanda, Uni Eropa. Sekalipun paspornya masih tetap Indonesia. Kalau sudah pengang izin tinggal MVV (machtiging tot voorlopig verblijf) izin tinggal untuk berdomisili di Belanda, maka main bola di kawasan Schengen tidak masalah.
Masih Sulit
Bukan rahasia lagi, mendapat visa ke Belanda (Schengen) butuh syarat yang panjang bagi orang Indonesia. Selama persyaratan visa Belanda bagi warga Indonesia masih sulit , maka model Yussa Nugraha adalah pemecahan terbaik. Tapi sepakbolanda juga menyadari, bahwa tidak semua orang bisa begitu saja mendapatkan pekerjaan di Belanda. Apalagi saat ini ketika ekonomi Eropa sedang sulit.