Mohon tunggu...
Eka Tanjung
Eka Tanjung Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Wisata Eropa

Sahabat Wisata Eropa | Pemilik Tour Serbalanda | Tetap Semangat Jangan Kasih Kendor |

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memahami Amarah Belanda Soal Eksekusi di Indonesia

20 Januari 2015   07:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:46 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Eksekusi enam terpidana kejahatan narkoba di Rutan Nusakambangan, beberapa hari silam, menyulut reaksi keras dari Belanda dan Brasil. Kedua negara itu memanggil pulang dubesnya dari Jakarta. Mengapa Belanda so lebay? Eka Tanjung dari Serbalanda mencoba memahami sikap Menlu Belanda, Bert Koenders.


Sebagai WNI yang sudah lebih seperempat abad berdomisili di Negeri Belanda ini, merasa sedikit banyak memahami pangkal pemikiran dari keputusan politik. Hal ini berkaitan komposisi kabinet di negara yang pemerintahannya selalu dibentuk oleh koalisi multi partai.

Saat ini Belanda diperintah oleh koalisi Rutte II, mayoritas tipis (Partai Liberal, VVD dan Partai Buruh PvdA) yang didukung 77 dari 150 kursi parlemen. Partai Liberal mendapat kursi Perdana Menteri Mark Rutte dan jabatan kunci seperti menteri dalam negeri, menteri keuangan dan menteri luar negeri menjadi jatah PvdA.

Menteri  Luar Negeri Bert Koenders berasal dari partai Buruh, PvdA yang beraliran sosialis demokrat. Dia menggantikan Frans Timmermans, yang dipromosikan menjadi komisaris Uni Eropa pada 17 Oktober 2014 lalu. Partai Buruh ini berada di spektrum kiri dan dikenal mengedepankan kesejahteraan masyarakat di atas kebebasan individu dan kepentingan dagang. Dalam koalisi dengan partai Liberal, PvdA berusaha keras untuk ‘membuktikan’  sebagai pembela nasib wong cilik.

Sebuah perjuangan yang tidak mudah, ketika suhu pertumbuhan ekonomi global dan Belanda sedang kurang baik. Di satu sisi Partai VVD mengedepankan misi dagang dan menggenjot ekonomi, dengan meminimalisir campurtangan pemerintah kepada rakyatnya. Banyak fasilitas sosial yang mulai dipangkas dan masyarakat luas mulai kecewa karena banyak subsidi dikurangi.

Eksekusi Ang Kiem Soei warga Belanda kelahiran Papua Barat itu, sejatinya menjadi batu ujian berat bagi Bert Koenders yang baru tiga bulan menjabat sebagai menteri luar negeri. Ia mewarisi jabatan yang ditinggalkan oleh pendahulunya yang mengangkat nama PvdA di kancah dalam negeri dan internasional. Timmermans diabadikan setelah berpidato di Dewan Keamanan PBB pasca penembakan pesawat Malaysia MH17 di Ukraina. Tampaknya Koenders harus berbuat sesuatu dalam kasus Ang ini.

Simalakama
Jika melihat konstituennya dari kalangan Sosialis dan Demokrat, maka Koenders tidak punya pilihan lain kecuali membela wong cilik yang bernasib malang di luar negeri. Sebagai pembela partai Sosial Demokrat, PvdA yang baru saja kehilangan dua anggota parlemennya dari kalangan imigran Turki. PvdA dianggap kehilangan jati diri sosialnya untuk kalangan marjinal.

Eka Tanjung dari Serbalanda menilai bahwa Bert Koenders bernasib apes. Karena dia baru tiga bulan menjabat sudah berhadapan dengan masalah sulit. Kalau seandainya Ang dieksekusi di Thailand atau Amerika maka lebih mudah baginya untuk teriak keras dan mengancam dengan sanksi.

Jan Pronk
Koeders berasal dari partai yang sama dengan Jan Pronk mantan Menteri Kerjasama Pembangunan yang membuat marah Presiden Soeharto karena mengkritik pemerintah Indonesia. Pronk mensyaratkan bantuan IGGI dengan perbaikan kondisi HAM di Timtim, 1991.

Jilat-Jilat Dikit
Beda banget dengan menteri dari partai “dagang” seperti VVD dan D66, mereka lebih memahami untuk membuat pejabat Indonesia bangga. Tahun 1995 menteri perekonomian Hans Wijers membawa delegasi dagang ke Indonesia dan menyebut negeri kita sebagai “negara yang fantastis.” Seperti menunjukkan kesan bahwa Belanda melihat Indonesia segalanya sempurna, yang penting urusan dagang lancar-car. D66 dan VVD lebih sadar dan “masa bodo”. VVD sempat marah kepada PvdA karena deal gagal menjual tanks bekas Leopard ke Indonesia. PvdA saat itu memasalahkan kecemasan penyalahgunaan tanks untuk menindas rakyat sendiri.

VVD dan partai “dagang” lainnya sebenarnya lebih memahami situasi menyangkut Indonesia, negara yang masih menyimpan asa dan sakit dari penjajahan oleh negaranya. Setiap ungkapan yang muncul dari Belanda bisa diartikan keliru di Indonesia. Kepekaan sebenarnya disadari oleh Menlu Bert Koenders, tapi secara politis dia harus berbuat sesuatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun