Saya ingin sedikit bercerita tentang pengalaman saya saat pulang kampung ke kota asal saya Kebumen. Semoga pengalaman saya ini bisa menjadi perlajaran yang dapat bermanfaat. Amin, begini ceritanya,
Waspadalah
Hari Jumat sore pukul 16.25 saya berangkat pulang kampung menggunakan kereta Pramex. Setelah saya sampai di stasiun saya mendapat sms dari teman saya yang bernama Eni. Dia meminta tolong kepada saya untuk menunggunya dan membelikanya tiket kereta terlebih dahulu karena dia datang terlambat. Dia adalah mahasiswa baru di salah satu Universitas swasta di Jogjakarta dan dia juga belum pernah pulang kampung menggunakan kereta Pramex sebelumnya. Beberapa menit setelah saya antri membeli tiket kereta dia datang dengan terburu-buru. Dengan senyum manisnya dia berterima kasih kepada saya. Kami masuk ke stasiun, sambil menunggu kereta datang kami berbincang bincang tentang gosip terbaru dikampung kami karena kebetulan kami berasal dari desa yang sama, desa Sidogede.
Tak lama kemudian kereta Pramex yang kami tunggu-tunggu datang. Kami masuk kedalam kereta berebut tempat duduk. Kami duduk bersebelahan. Di dalam kereta kami teruskan kebiasaan kami dengan bergosip ria. Satu jam lebih kami bergosip akhirnya sampai juga kami di stasiun Kutoarjo. Hujan mengguyur kota ini. Saya membawa payung dan teman saya tidak. Kemudian kami berdua berjalan menggunakan satu payung tersebut meskipun sedikit basah-basahan tapi inilah kebersamaan yang sering kita rasakan berdua. Pukul 18.00 saya sampai di dirumah.
Hari Minggu siang pukul 14.00 saya kembali ke Jogjakarta walaupun dengan wajah yang terlihat masih kangen dengan keluarga karena hari Senin pagi saya harus kembali kuliah. Hari itu saya memutusan untuk kembali ke Jogja menggunakan bus. Di dalam bus tersebut keadaanya sangat penuh sesak namun, alhamdullilah saya mendapatkan tempat duduk. Semakin lama bus semakin penuh. Ada ibu-ibu menggendong anak bayinya berdiri di samping saya. Kemudian dengan nada ramah saya mempersilahkan ibu tersebut untuk duduk di tempat duduk saya. Kemudian ibu tersebut tersenyum dan berterima kasih kepada saya.
Sedikit lega karena bisa membantu ibu tersebut.” Gamping-Gamping!” terikan pak kondektur bus. Kemudian saya berjalan maju kepintu depan bus. Saya berdiri berdesak-desakan. Saya terkaget ketika ada seorang ibu-ibu dan wanita seumuran saya menarik tas saya dan berbisik dengan lirih. Entah apa yang mereka bisikan karena riuh saya tidak mendengar dan bersikap cuek. Mereka kembali menarik tas saya, kali ini tarikannya lebih kuat. Kemudian saya menengok lagi ke arah mereka yang berada di belakang saya. Dengan nada yang lirih namun lebih jelas dengan kompak mereka berbisik cooopeeeet. Dengan seketika saya mengambil tas saya yang saya gendong dibelakang. Mata saya terbelalak melihat keadaan tas saya yang sudah terbuka. Namun alhamdullilah setelah saya periksa tak ada satu barangpun yang hilang. Kasihan sekali ternyata copet tersebut belum sempat beraksi mengambil bengkoang saya, karena yang ada didalam tas hanyalah bengkoang. Ini adalah keteledoran saya yang biasa saya lakukan dan menjadi pelajaran bagi saya untuk lebih berhati-hati dan waspada dimanapun berada. Seperti kata Bang napi:“kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat pelakunya namun karena ada kesempatan waspadalah-waspadalah!”. Terima kasih, ini ceritaku apa ceritamu?J
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H