Yang Terhormat,
Bapak Presiden Republik Indonesia
Di Istana Negara
Assalamu’alaikum wr.wb
Bagaimana kabar Bapak Presiden…?Semoga Allah senantiasa menaungi Bapak dan rakyat Indonesia dalam limpahan Rahman dan RahimNya. Perkenalkan, nama saya Tien Asmara Palintan. Anak-anak saya di sekolah biasa menyapa dengan Ibu Titin. Saya adalah seorang guru di salah satu sekolah terluar yang ada di ujung negeri. Pulau Rote Ndao, pasti bapak pernah mendengarnya kan..? Adalah pulau paling selatan di NKRI. Saya aslinya dari Sulawesi Selatan pak, kampung halaman Bapak Yusuf Kalla (pasti Bapak Presiden kenal,hehe..). Trus kenapa saya bisa sampai di Pulau Rote..?Duh,ceritanya sangat panjang pak! Intinya, saya sedang mengabdi bersama dengan 29 putra bangsa lainnya untuk turut berkontribusi dalam Pendidikan bangsa kita, melalui Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa.
Bapak Presiden yang dirahmati Allah..
Saya mengirimkan surat ini, untuk memenuhi janji saya kepada “anak-anak” ku dikelas (kalau bagian ini akan saya ceritakan). Suatu hari kami sedang belajar Bahasa Indonesia. Tema pembelajaran kami hari itu adalah “Menulis Surat”. Sebagai seorang guru, tentu saja saya ingin menjadikan materi menulis surat ini menjadi pelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Maka siang itu, saya mengajak siswa kelas IVSDN 01 Papela Kecamatan Rote Timur untuk membuat “ Surat Cinta” yang ditujukan kepada Bapak Presiden. Sebenarnya selain melatih siswa untuk menulis surat sesuai dengan aturan yang ditetapkan, saya sebagai guru kelas juga mempunyai tujuan “terselubung”. Yah, saya ingin mengetahui bagaimana anak-anak di tepi batas Indonesia mempersepsikan Presiden mereka. Dan mulailah anak cerdas tersebut beraksi!
Dua jam pelajaran Bahasa Indonesia saat itu terasa sangat singkat. Mungkin karena aktivitas belajar kami memang sangat menyenangkan. Satu per satu siswa mengumpulkan suratnya. Saya mulai membaca surat-surat itu setelah semua siswa mengumpulkan. Berbagai macam “rasa” menyatu dalam diri saya. Rasa haru, bangga, sedih, lucu, bahagia, dan sebagainya berkumpul hingga air mataku pada saat itu tak bisa kubendung. Saya sebagai orang yang baru mengenal anak-anak itu kurang lebih 5 bulan lamanya, tidak menyangka dengan celoteh-celoteh mereka tentang Presidennya. Karena “rasa” itulah, sehingga saya memberanikan diri menulis surat ini kepada Bapak Presiden. Surat yang bisa jadi bapak tidak akan baca. Mengingat beratnya amanah yang Bapak emban. Namun tak masalah, setidaknya saya telah memenuhi amanah dari siswa hebat saya.
Beberapa orang siswa laki-laki saya berkata di dalam suratnya kalau dia ingin sekali bermain sepak bola bersama Bapak. Katanya, mereka akan membersihkan kembali lapangan bolanya kalau Bapak Presiden mau datang dan bermain bersama mereka. Ada juga yang tanpa sungkan meminta kepada Bapak Presiden untuk membelikan mereka sepatu dan baju sekolah baru. Ada yang mengajak Bapak tuk berenang bersama. Tidak sedikit dari mereka juga yang menceritakan cita-cita mereka kepada Bapak yang memimpin bangsa mereka. Ada yang mau menjadi guru, nelayan dan petani yang kaya raya, anggota tim SAR, ABRI, dan dokter. Nah, ada satu orang siswa-sebut saja namanya Najwa. Disuratnya dia menuliskan bahwa ingin menjadi dokter. Karena tenaga kesehatan di kampung kecil kami sangat sedikit. Kalau warga desa kami sakit, pasien harus dibawa ke Baa (Ibukota Kabupaten Rote Ndao yang berjarak 50 km lebih) atau ke Kupang (Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur,yang bisa ditempuh dengan 4 jam kapal feri). Najwa juga meminta tolong kepada Bapak Presiden untuk membebaskan Ayah dari teman-temannya yang ditangkap oleh Polisi Australia ketika sedang berlayar untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Betul.Teman yang Najwah maksud adalah ayah dari siswa-siswaku.
Bapak Presiden yang kami banggakan..
Besar nian harapan anak-anak bangsa kepadamu. Mereka tidak pernah melihatmu secara langsung. Namun harapan itu selalu tercurah untukmu. Mereka tidak mengerti masalah yang sedang melilit bangsa ini. Mereka tidak memahami dengan baik betapa banyak hal yang harus engkau urus disana. Namun mereka juga memiliki harapan. Mereka juga memiliki mimpi (cita-cita yang telah diceritakannya padamu). Pernah suatu ketika seorang siswa pelosok ini bertanya kepadaku “Bu..kenapa beta liat orang-orang suka mendemo Bapak Presiden..??”.Hem…mungkin guru lain juga akan sedikit kewalahan mencari diksi yang tepat untuk menjelaskannya kepada anak-anak yang belum memahi demokrasi yang saat ini sedang diperjuangkan.
Harapan anak bangsa…sebagai seorang guru, saya merasa hal tersebut yang menjadi salah satu kekuatan kita saat ini. Semua pihak berupaya berbuat yang terbaik karena selalu ada HARAPAN. Pun demikian denganmu, Bapak Presiden. Kami di ujung negeri cuma bisa mendoakan. Dan tentu saja memberi yang terbaik untuk mewujudkan harapan-harapan kami sebagai putra-putri terbaik bangsa Indonesia. Insya Allah…
Demikian suratku Bapak Presiden, jikalau engkau membacanya, sudilah kiranya engkau membalasnya di tengah-tengah kesibukanmu. Barakallahu fiik Bapak..
Wassalamu’alaikum wr.wb…
Hormat saya,
Tien Asmara Palintan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H