Di suatu ruangan terdapat beberapa orang yang sedang berkumpul, duduk melingkar dengan satu orang sedang membaca buku secara nyaring. Buku tersebut digilir ke setiap orang yang hadir. Setiap orang yang memegang buku tersebut, harus membaca isi buku, melanjutkan apa yang dibaca oleh orang sebelumnya. Mereka menyebutnya sebagai metode tadarusan buku. Siapakah mereka? Dimanakah mereka berkumpul?
Ya, mereka menamakan diri sebagai Asian African Reading Club (AARC), suatu komunitas literasi yang berafiliasi dengan MKAA dan fokus membaca buku-buku bertema sejarah kebangsaan dan Asia Afrika baik itu buku yang ditulis oleh tokoh perjuangan nasional, buku kumpulan pidato tokoh nasional, maupun buku sastra yang bertemakan kebangsaan baik yang berasal dari Indonesia maupun negara-negara Asia Afrika lainnya. Mereka berkumpul di salah satu ruangan di Museum Konperensi Asia Afrika (MKAA), Kota Bandung, di setiap hari Rabu sore. Jumlah mereka tidak banyak, bahkan tidak menentu setiap pertemuannya. Namun tadarusan buku tersebut selalu bergulir di setiap Rabu sore.
Membaca, membaca dan membaca. Bagian dari aktivitas literasi yang masih diperjuangankan hingga saat ini, di Indonesia. Minat baca masyarakat Indonesia yang masih dianggap masih minim dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya, membuat gerakan literasi semakin digencarkan. AARC merupakan bagian dari gerakan tersebut, disadari atau tidak, dinyatakan atau tidak.
AARC yang pada tanggal 15 Agustus 2022 ini berulang tahun yang ke-13, telah membuktikan eksistensinya di dunia literasi. Naik turunnya jumlah peserta tadarusan setiap pertemuannya, tidak menyurutkan semangat untuk terus menggulirkan tadarusan di setiap Rabu sore. Memang, pada saat pandemi Covid-19, kegiatan tadarusan sempat dihentikan di MKAA, namun itu tidak menyurutkan semangat untuk terus melakukan tadarusan.Â
Pertemuan daring melalui aplikasi Zoom meeting menjadi pilihan disaat pandemi Covid-19 sedang merajalela dan PPKM sedang diberlakukan dengan sangat ketat. Kedai Jante menjadi tempat pertemuan dikala level PPKM di Kota Bandung sudah turun dan aktivitas di ruang publik sudah diperbolehkan dengan prokes ketat. Baru pada September 2021, aktivitas tadarusan buku AARC di MKAA mulai bergulir kembali secara rutin hingga saat ini.
MKAA, AARC dan Literasi Kebangsaan Â
Museum Konperensi Asia Afrika (MKAA) merupakan saksi bisu peristiwa Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Afrika pada 18 -- 24 April 1955, yang pada perkembangannya melahirkan Gerakan Non-Blok pada tahun 1961. KTT Asia Afrika atau disebut juga dengan Konperensi Asia Afrika (KAA) merupakan suatu gerakan negara-negara di Asia Afrika, yang baru merdeka pada saat itu, untuk memberikan sikap atas kondisi perpolitikan dunia yang terbelah menjadi Blok Barat dan Blok Timur. KAA juga merupakan suatu peristiwa yang merefleksikan suatu solidaritas diantara negara-negara yang pernah dijajah di Asia dan Afrika. Semangat untuk menjadi negara yang berdaulat penuh atas dan keluar dari penjajahan dalam bentuk apapun, menjadi simpul yang menyatukan negara-negara di Asia dan Afrika melalui penyelenggaraan KAA.
AARC memiliki semangat untuk terus menggulirkan semangat Bandung melalui tadarusan yang dilakukannya. Buku-buku bertema sejarah nasional dan juga perjuangan bangsa-bangsa Asia Afrika dibaca dan dibahas pada kegiatan tadarusan. Para peserta tadarusan yang hadir, diajak untuk ikut berdiskusi, tidak hanya membaca. Terdapat interaksi, aksi reaksi diantara para peserta tadarusan yang hadir. Hal tersebut tentunya membuat arus informasi dan pengetahuan menjadi lebih kaya dan dinamis, apalagi peserta tadarusan yang hadir berasal dari berbagai latar belakang pendidikan dan profesi.
Literasi, bukan sebatas pada dapat membaca dan menulis atau memiliki kebiasaan membaca buku. UNESCO mendefinisikan seseorang yang terliterasi sebagai seseorang yang dengan pemahamannya dapat membaca maupun menulis sebuah pernyataan sederhana dalam kehidupan sehari-harinya. Experimental World Literacy Program pada tahun 1966 menggunakan terminologi literasi fungsional dan mendefinisikan seseorang yang terliterasi secara fungsional sebagai seseorang yang dapat terlibat dalam semua aktivitas dimana literasi diperlukan agar kelompok dan komunitasnya dapat berfungsi secara efektif dan juga untuk memungkinkannya untuk terus menggunakan membaca, menulis dan berhitung untuk pengembangan dirinya dan masyarakat.Â
Program for International Student Assessment (PISA) mendefinisikan Reading Literacy sebagai kemampuan individu untuk memahami, menggunakan dan merefleksikan teks tertulis untuk mencapai tujuan seseorang, untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi seseorang dan untuk berpartisipasi di dalam masyarakat. Dari beberapa definisi literasi tersebut, boleh-lah kiranya disimpulkan bahwa yang dimaksud literasi bukan hanya sebatas kemampuan membaca, menulis dan berhitung, tapi juga kemampuan individu dalam memahami dan merefleksikan apa yang dia baca guna mengembangkan pengetahuan dan potensinya utnuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat. Dalam konteks ini, kemampuan literasi membantu manusia untuk mencapai tujuannya dan berpartisipasi serta berkontribusi dalam masyarakat. Dapat membaca dan menulis merupakan langkah awal dalam literasi. Boleh dikata, dapat membaca, menulis dan berhitung, merupakan langkah awal pengembangan diri individu. Â