Mohon tunggu...
Seny Soniaty
Seny Soniaty Mohon Tunggu... Penulis - Pemerhati Budaya dan Pembangunan Masyarakat

Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ruwatan Sang Hyang Halis, Sebuah Bentuk Refleksi Spritualitas

6 Agustus 2022   23:20 Diperbarui: 6 Agustus 2022   23:28 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada banyak cara untuk mencintai alam. Ada banyak cara untuk melestarikan alam. Ada banyak cara untuk menjaga alam. Ruwatan, merupakan salah satu cara dalam merawat, melestarikan, dan menjaga alam, sebagai bentuk kecintaan terhadap alam dan Tuhan. Alam, bukan sekadar diartikan sebagai “nature” tapi juga sebagai jagat raya, kosmos, alam semesta, atau gaia. Terminologi kosmos mengacu pada jagat raya yang tidak hanya terdiri dari manusia, hewan dan tumbuhan, tapi juga pada berbagai planet dan seisi semesta yang tak terhitung jumlahnya dan yang paling penting dan inti adalah terkait dengan The One, The Ultimate, dan The Supreme, Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam tradisi pemikiran tradisionalis, semua yang ada di jagat raya saling terhubung satu sama lain. Dalam terminologi Sunda, ada yang disebut jagat gede dan jagat leutik. Jagat gede (dunia besar/makrokosmos) mengacu pada bumi dan langit, alam semesta. Jagat leutik (dunia kecil/mikrokosmos) mengacu pada sanubari, kesadaran dalam diri manusia. Kedua jagat tersebut terhubung satu sama lain. Karena keterhubungan tersebut, sudah sepatutnya lah manusia, sebagai makhluk berakal, merawat, melestarikan dan menjaga alam semesta.

Ruwatan Sang Hyang Halis, Gn. Manglayang

Di tahun 2022, kegiatan Ruwatan Sang Hyang Halis, yang dikenal dengan Ruwatan Gn. Manglayang, Provinsi Jawa Barat, diselenggarakan pada tanggal 28 Februari 2022 oleh Padepokan Bumi Ageung Saketi (PBAS). Kegiatan dilaksanakan di area Situs Batu Kuda, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. 

Kegiatan tersebut bersifat tertutup dan hanya dihadiri oleh undangan yang terbatas. Tidak ada acara seremonial bersama masyarakat sekitar Situs Batu Kuda, tidak ada juga kegiatan festival budaya, yang ada hanyalah acara do’a bersama yang merupakan inti dari kegiatan ruwatan tersebut. 

Hal tersebut dikarenakan kondisi yang belum memungkinkan untuk mengadakan acara secara terbuka. Pandemi Covid-19, bagaimanapun, harus tetap diwaspadai dan mematuhi peraturan pemerintah dan protokol kesehatan menjadi hal utama yang dilakukan oleh penyelenggara acara.  

Ruwatan, atau disebut juga Ngaruwat (sebagai kata kerja), dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk membersihkan, memelihara, merawat, menyelamatkan, dan juga melepaskan. Dalam konteks  Ngaruwat Sang Hyang Halis, ngaruwat disini dapat diartikan sebagai upaya membersihkan Gunung Manglayang dari berbagai energi negatif, memelihara dan merawat gunung agar tetap terjaga, dan menyelamatkannya dari kerusakakan yang timbul akibat ulah manusia yang serakah. 

Sebagai upaya memelihara dan menyelamatkan tersebut, dilakukan “nancepkeun pamali” yang dipimpin oleh Abah Enjoem sebagai juru ruwat. “Nancepkeun pamali” disini dilakukan untuk memberikan batasan wilayah mana yang boleh dilewati oleh para pendaki atau pelancong, mana yang tidak boleh dilewati. 

Dengan kata lain, ada wilayah yang boleh dimasukin atau dilewati oleh sipapun, ada yang tidak boleh karena pamali. Karena sudah di-pamali-kan, maka ada konsekuensi yang akan diterima seseorang yang melewati atau memasuki wilayah terlarang.

Seperti halnya acara ruwatan di tempat lain, pada acara Ngaruwat Sang Hyang Halis juga disediakan sesajen yang terdiri dari air dari 7 sumber mata air, buah-buahan, umbi-umbian, bunga, tumpeng puncak manik, dan sebagainya. Terdapat satu hal yang mejadi ciri khas dari acara ruwatan ini yaitu adanya “gugunungan”, berupa gunungan kayu yang dibentuk seperti untuk api unggun dan dibakar pada saat acara do’a dilakukan. Membakar “gunungan” tersebut merupakan acara inti dari kegiatan ruwatan gunung tersebut.

Acara Ngaruwat Sang Hyang Halis ini dimulai dengan meminta izin kepada Sang Khalik untuk melakukan acara. Kemudian dilanjutkan dengan rajah yang diiringi musik kecapi. Setelah itu, dilantunkan Kidung Manglayang. Masuk pada acara inti, berdo’a, pimpinan acara mengajak semua yang hadir untuk berdo’a kepada Sang Khalik yang diawali dengan mendoakan kedua orang tua, para saudara, kemudian para leluhur di seluruh alam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun