Judul: Moxie
Sutradara: Amy Poehler
Genre: Drama, Komedi
Durasi: 1 jam 51 menit
Rilis: 3 Maret 2021 di Netflix
Pernah nggak sih, kamu merasa jengkel sama hal-hal nggak adil yang sering terjadi di sekolah? Atau mungkin kamu pernah ngerasa direndahkan cuma karena kamu perempuan? Nah, film "Moxie" ini kayaknya pas banget buat kamu yang relate sama masalah-masalah kayak gitu.
Jadi, Moxie ini bercerita tentang Vivian (diperankan oleh Hadley Robinson), cewek SMA yang awalnya biasa aja, bahkan cenderung pendiam dan nggak banyak ikut campur urusan orang lain. Dia lebih suka 'low profile' gitu, fokus sama tugas-tugas sekolah dan nggak suka jadi pusat perhatian. Tapi, semuanya berubah waktu ada murid baru di sekolahnya, Lucy (Alycia Pascual-Pea). Lucy ini cewek yang berani banget, beda sama Vivian. Dia nggak takut buat melawan cowok-cowok sok jago di sekolah, termasuk Mitchell (Patrick Schwarzenegger), yang sering banget ngerendahin cewek-cewek di sana.
Awalnya, Vivian cuma ngamatin doang. Dia merasa nggak nyaman tapi juga nggak berani ngelakuin apa-apa. Tapi, setelah melihat bagaimana Lucy melawan Mitchell dan segala bentuk seksisme di sekolah, Vivian jadi mulai sadar kalau ada yang salah sama sistem di sekolahnya. Cewek-cewek di sana sering banget di-bully secara verbal, dikomentarin penampilannya, dan bahkan ada semacam "ranking" cewek yang dibuat cowok-cowok populer---dan itu benar-benar nggak adil.
Vivian akhirnya terinspirasi dari cerita masa muda ibunya (diperankan oleh Amy Poehler) yang dulu aktif di gerakan feminisme. Diam-diam, Vivian bikin zine anonim yang dia beri nama Moxie. Zine ini berisi tulisan yang mengkritik sistem di sekolahnya yang sexist, mengajak cewek-cewek buat sadar dan melawan. Nggak disangka, zine ini langsung booming di kalangan cewek-cewek, dan gerakan Moxie pun lahir.
Setelah Moxie makin dikenal, banyak cewek di sekolah yang mulai berani speak up soal ketidakadilan yang mereka alami. Mereka bikin aksi protes kecil-kecilan, termasuk melawan aturan dress code yang cuma keras sama cewek tapi cuek sama cowok. Ada juga momen di mana mereka protes soal pemilihan ketua tim sepak bola yang cuma ngedukung cowok-cowok. Semua ini nunjukin kalau gerakan kecil bisa berkembang jadi besar kalau ada solidaritas di antara cewek-cewek.
Yang gue suka dari film ini adalah bagaimana dia menggambarkan kekuatan perempuan muda untuk berubah. Vivian yang awalnya takut-takut akhirnya berani berdiri dan berjuang, bahkan walaupun gerakan Moxie awalnya cuma berupa zine kecil. Film ini juga nyentil isu-isu penting kayak pelecehan seksual, seksisme, dan pentingnya kesetaraan gender---isu-isu yang mungkin banyak dari kita pernah alamin tapi kadang nggak berani buat ngomongin.
Tapi, nggak semua bagian dari film ini sempurna. Ada beberapa hal yang gue rasa kurang digali lebih dalam, kayak hubungan antara Vivian dan ibunya. Ibu Vivian tuh sebenarnya punya cerita menarik soal masa lalunya sebagai feminis, tapi sayangnya nggak terlalu banyak dikulik. Terus, di akhir film, beberapa konfliknya terasa diselesaikan dengan cepat, jadi kayak kurang greget gitu.
Walaupun begitu, secara keseluruhan Moxie tetap jadi film yang seru dan ngena banget buat remaja, terutama cewek-cewek yang lagi berusaha cari jati diri dan ngerasa terjebak sama aturan-aturan nggak adil. Film ini ngajarin kita kalau suara kita itu penting dan kita bisa banget ngubah sesuatu kalau kita bersatu dan nggak takut buat speak up.
Buat kamu yang suka film remaja dengan tema feminisme, Moxie wajib banget ditonton. Film ini nggak cuma ngasih hiburan, tapi juga nyemangatin kita buat lebih berani melawan ketidakadilan yang ada di sekitar kita. Jadi, kapan lagi kamu bisa belajar hal penting sambil tetap enjoy sama film yang penuh aksi seru dan drama khas anak SMA?