Episode 5: Akhir yang Tidak Terduga
Dengan perasaan pasrah, Andi duduk di salah satu kursi di kafe itu. Matanya melirik ke sekitar, berharap mungkin, siapa tahu, Ani memutuskan untuk datang ke kafe ini juga secara kebetulan. Namun, tidak ada Ani. Hanya ada sekelompok mahasiswa yang sibuk berdiskusi dan beberapa orang tua yang asyik bercakap-cakap tanpa menghiraukan dunia digital.
Saat ia mulai merasa bahwa dunia telah mengkhianatinya, seorang wanita tiba-tiba datang dan duduk di meja sebelahnya. Andi menoleh dan... itu Ani!
"Lho, kok kamu di sini?" tanya Andi terkejut.
Ani tersenyum. "Aku juga tersesat tadi, baterai ponselku habis di tengah jalan. Aku sampai tanya orang sana-sini, dan akhirnya sampai di sini. Kayaknya kita berdua terjebak di kafe yang salah."
Andi tertawa, lega sekaligus heran. "Kamu nggak marah?"
"Ngapain marah? Ini malah lucu! Ternyata, kita terlalu tergantung sama teknologi," jawab Ani dengan senyum hangat.
Akhirnya, mereka berdua tertawa bersama, menikmati situasi ironis ini. Meskipun pertemuan pertama mereka penuh dengan drama baterai habis dan kesesatan arah, mereka menyadari bahwa inilah momen yang sempurna. Tanpa teknologi, mereka dipaksa untuk benar-benar berkomunikasi, tanpa distraksi dari notifikasi ponsel yang tidak ada habisnya.
Siapa sangka, tragedi modern ini justru menjadi awal yang baik untuk hubungan mereka?
Kesimpulan: Teknologi, Oh Teknologi...
Baterai habis di momen yang salah memang bisa menjadi sebuah tragedi modern. Kita terbiasa mengandalkan ponsel untuk segalanya, mulai dari arah, komunikasi, hingga hiburan. Namun, ada kalanya, ketika teknologi tak berfungsi, kita justru dihadapkan pada kenyataan bahwa hidup masih bisa berjalan tanpanya---dan mungkin, hidup justru terasa lebih nyata saat kita terputus dari dunia digital.