Ada istilah baru yang mungkin belum masuk kamus resmi, tapi sering kita alami: brain lag. Ini terjadi ketika kamu sedang bekerja atau melakukan sesuatu yang membutuhkan konsentrasi, tapi tiba-tiba otakmu berhenti berfungsi. Ibaratnya, semua program di dalam otak mendadak mengalami crash, dan satu-satunya solusi adalah menghidupkan kembali koneksi kreatifitas dengan... apa lagi kalau bukan Wi-Fi!
Contohnya saat kamu sedang menulis laporan penting, semua kalimat mengalir lancar seperti arus data yang tak terputus. Lalu tiba-tiba, "Not Responding"---sebuah jeda di otak yang tidak bisa dijelaskan. Kamu menatap layar monitor, menunggu ide datang seperti menunggu loading page yang sangat lambat.
Biasanya, ini diakhiri dengan kamu membuka tab baru, mencari gangguan seperti YouTube atau media sosial, berharap otakmu akan reboot dengan sendirinya. Tentu saja, hasilnya malah jadi semakin tersesat di internet. "Aku hanya butuh Wi-Fi untuk ide-ideku," mungkin itulah yang kita katakan pada diri sendiri. Nyatanya, otak kita mungkin hanya butuh waktu sejenak untuk 'reconnect' dengan realita.
Sejak adanya istilah FOMO (Fear of Missing Out), kita jadi semakin sadar akan ketergantungan kita pada dunia digital. Otak kita seakan terus menerus dalam kondisi "online", selalu siaga, takut tertinggal berita, tren, atau apa pun yang sedang viral. Saat ponsel kita mati, ada perasaan hampa. "Apa yang sedang terjadi di dunia tanpa aku mengetahuinya?" adalah pikiran pertama yang muncul.
Ini lebih dari sekadar masalah teknologi. Kita terbiasa mendapat informasi secara instan, sehingga saat informasi tidak tersedia, otak kita merasa terputus dari segalanya. Bahkan di saat-saat santai, seperti saat menonton TV atau ngobrol santai dengan teman, ada dorongan untuk sesekali memeriksa ponsel, memastikan bahwa kita masih 'terhubung'.
Absurdnya, meski kita sudah tenggelam dalam dunia digital, sering kali kita merasa lebih disconnected secara emosional. Sinyal kuat, tapi interaksi nyata lemah. Koneksi internet ada, tapi otak kita sepertinya semakin susah untuk 'connect' secara nyata dengan dunia di sekitar.
Terkadang, kita semua butuh "restart" otak. Bukan dengan menambah dosis Wi-Fi, tapi dengan cara memutuskan koneksi sejenak. Mungkin kita bisa mulai dengan tidak langsung memegang ponsel begitu bangun tidur. Atau, coba tantangan sederhana: habiskan satu hari tanpa internet, dan lihat bagaimana otakmu bereaksi.
Awalnya mungkin terasa aneh, seperti perangkat yang kehilangan sinyal, tapi lama-kelamaan, kamu mungkin akan menemukan bahwa otakmu sebenarnya tidak butuh Wi-Fi 24/7. Ia hanya butuh jeda untuk bisa berfungsi dengan baik. Siapa tahu, dengan sedikit disconnect dari dunia digital, kita bisa reconnect dengan dunia nyata dan menemukan ide-ide yang lebih segar---tanpa buffering.
Jadi, di era di mana otak kita seolah-olah butuh Wi-Fi untuk berpikir, mungkin sudah saatnya kita mematikan koneksi, walaupun hanya sesaat. Siapa tahu, tanpa gangguan sinyal, otak kita bisa berpikir lebih jernih, lebih kreatif, dan lebih manusiawi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H