Mohon tunggu...
Senjaya Al
Senjaya Al Mohon Tunggu... -

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Candu yang Merubah “

14 Januari 2016   22:56 Diperbarui: 14 Januari 2016   23:45 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perkembangan teknologi membawa dampak yang sangat signifikan terhadap dunia hiburan bidang permainan pada satu dekade terakhir ini. Lihat saja sekarang, dimana-mana telah menjamur layanan warnet berbasis game online bukan lagi sekedar melayani browsing data sepeti yang telah kita ketahui 4-5 tahun yang lalu. Pasar game ini tidak tersekat dalam satu usia saja. Meskipun pada dasarnya peminat dari game online adalah kaum pelajar dan mahasiswa, tapi tidak sedikit pula para pekerja bahkan bapak-bapak pun getol main game online untuk menghibur hati setelah kerja seharian.
Dulu, di tahun 90an saat game online belum begitu dikenalkan di masyarakat, karena memang belum ada internet kali….

 Aktifitas anak-anak persis seperti apa yang digambarkan dalam “si bolang” acara TV swasta yang menceritakan kehidupan anak dan alam. Bisa digambarkan kehidupan anak-anak di era itu adalah setelah pulang sekolah, langsung main ke sawah, ladang, sungai ataupun laut hingga matahari mulai terbenam. Kegiatan mereka cenderung untuk mencari pengetahuan tentang alam, sembari membantu orang tua. Tak jarang anak-anak di era tersebut aktifitasnya dipandang “nyleneh” karena suka mencari sensasi di luar kebiasaan. Sebagai contoh :
1.         Mencari / menyuluh jangkrik
            Menyuluh jangkrik biasanya dilakukan setelah isya’ sepulang dari masjid hingga menjelang subuh. Kenapa dilakukan malam hari, karena jangkrik lebih sering berbunyi pada malam hari sehingga mempermudah anak-anak untuk mencarinya.      Sambil mencari jangkrik biasanya ada aktifitas tambahan yaitu “manjer layangan” (memainkan layang-layang pada malam hari) dan bakar-bakar jagung / singkong di sawah. Mereka mencari jangkrik bukan untuk dijual ataupun untuk pakan burung, namun untuk diadu. Pola bermainnya pun sederhana dengan sistem “seretan” yang kalah bakal jadi milik yang menang. Tentu saja aktifitas ini tak jarang dapat larangan orang tua, karena mencari jangkrik pada malam hari sangat berbahaya. Resiko dipatok ular, kalap dan bangun kesiangan sehingga di sekolah hanya tidur melulu.

2. Ciblon
            Ciblon adalah istilah yang tak asing bagi kalangan anak-anak di era 90an. Berenang seharian di sungai yang arusnya cukup deras, sambil mencari ikan, udang dan memasak sekaligus disantap sekalian di lokasi. Padahal, tak jarang kasus anak hilang dan mati terseres arus air terlebih pada waktu musim penghujan air sungai meluap.
3. Trutusan

            Trutusan sebenarnya istilah lain dari bolang. Bentuk aktifitasnya adalah jalan-jalan di ladang / hutan liar untuk mencari apapun yang bisa disantap dan dijadikan mainan. Trgantung musim yang sedang berjalan.
4. Acara khusus bulan puasa
            Aktititas bulan puasa cenderung berbeda dengan aktifitas hari-hari biasa. Bulan puasa selalu dipadati dengan kegiatan di malam hari. Siang hari dipakai di rumah untuk merakit petasan gulung mengingat dulu akses untuk mendapatkan obat petasan sangat mudah meskipun dilarang pemerintah. Menjelang manghrib (berbuka puasa) aktifitas ngabuburit digunakan untuk jalan-jalan sambil (Nyumet )menyulut petasan gulung. Setelah shalat tarawih aktifitasnya adalah perang meriam. Perang meriam adalah permainan menyulut petasan bumbung ,biasanya terbuat dari bambu dengan bahan peledaknya adalah air dan karbit. Disebut perang karena adu banter sama meriam tetangga desa yang dihadapkan berlawanan.

Tak jarang saking kerasnya pak RT sampai pak lurah datang untuk menangkap anak-anak ini. Hingga menjelang sahur aktifitas beralih ke ronda malam. Kalau sekarang ronda malam dilakukan dengan memutar tape dan keliling kampung dengan mobil. Dulu dengan peralatan konvensional. Ada kentongan, blak kue, timba dan bedug masjid. Setelah makan sahur dan sholat subuh, jalan-jalan pagi beramai-ramai sambil menyulut petasan di jalan raya. Tak jarang polisi datang untuk menggerebeg.
Itulah aktifitas di era 90an, sebelum teknologi begitu berkembang dan dikenal masyarakat, namun sekarang budaya diatas seakan hilang entah kemana. Dibandingkan dengan sekarang, dari anak-anak usia SD hingga mahasiswa aktifitasnya selain sekolah adalah duduk di depan komputer dengan akses internet yang lumayan. Bersiap untuk game hingga pagi kembali datang.

 Bagi mereka yang ekonominya pas-pasan. Akses internet bisa didapat di warnet-warnet game online dengan tarif yang lebih murah apabila mengambil paket berjam-jam. Walau begitu fasilitas dan akses Game Online hari ini termasuk dalam kategori mahal. Untuk pengguna kelas menengah ke bawah, sebagai contoh anak sekolah. Mereka rela untuk menyisihkan semua uang jajan dan tabungan untuk mengejar level game yang lebih tinggi.
Taruhlah Point Blank sebagai game FPS Online terbaik di Indonesia kali…..

      Pola permainan yang terus berkembang, dan banyaknya pengguna di seluruh pelosok negeri membuat pengguna tidak jenuh. Di luar akses akun yang gratis, untuk menang bertarung pengguna harus menyewa inventory (senjata, alat pertahanan dan energi diluar standart game) agar pertarungannya lebih hebat dan profesional. Sehingga tak jarang seseorang dapat menghabiskan 100 ribu dalam sehari hanya sekedar memenuhi ambisinya untuk menang dan menjadi raja game PB di kalangan teman-temannya.
Pengguna game online menjadi adiksi yang tak terbendung, mana kala warnet-warnet Game OL juga merebak dimana-mana. Warnet tak hanya melayani sewa komputer untuk akses game namun juga menjual voucher game yang bisa dibeli untuk menyewa senjata-senjata ampuh. Efek yang timbul dari pengguna tentu tak kecil. Pengguna menjadi pecandu layaknya narkoba. Aktifitas-aktifitas yang lebih penting ditinggalkan demi mencapai level dan prestasi Game yang diinginkan. Namun tetap saja kalah dengan mereka anak orang kaya yang peluang untuk bermain lebih besar. Adakah upaya untuk menyelamatkan mereka ini? Di mana si bolang yang selalu kreatif dalam berkarya dengan alam? Apakah si bolang hanya ada di TV saja?

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun